Senin, 01 November 2010

PEDAGANG JUGA HARUS BERIMAN

Pada musim haji, biasa para keluarga colon haji mengunjungi keluarganya di Asrama Haji. Para anggota keluarga yang berkunjung seringkali membawa anak-anak. keinginan jajan anak biasanya tanpa konpromi.

Momentum yang tidak lama itu biasanya dimanfaatkan oleh pedagang oportunis. Mereka menjajakan aneka jajanan dan mainan dan dengan terampil menawarkannya kepada "makhluk-makhluk yang lemah akal dan hati". Ketika penawaran dimulai dan anak-anak mulai meresponnya dengan senang hati sedangkan para orang tua atupun walinya, khususnya dari keluarga yang bukan "the have" mereka kesal dengan para pedagang dan anak.

Para pedagang sudah lama paham, jika permintaan anak tidak dipenuhi, maka jurus ampuh akan dikeluarkan oleh para anak-anak dengan menangis sekeras mungkin. Jurus itu sering kali ampuh untuk mencapai hobbinya, yaitu hobbi berjajan. Jajan bagi anak-anak lebih pada urusan style daripada kebutuhan. tak jarang juga sebaliknya, anak-anak yang lemah pikiran dan hati itu jadi "korban kekerasan". Mereka ada yang dicubit, sehingga memperbesar volume tangisan karena perasaan sakit fisik, dan bahkan ada juga yang dipukul, tetapi tetap tidak menyelesaikan masalah. anak-anak anak-anak. namanya juga anak-anak.

Ketika orang tua atau wali anak-anak sudah mulai mencoba mengabulkan permintaan para anak-anak, hampir semua pedagang tidak malu memberikan harga jajanan di luar kebiasaan. Aqua yang Rp. 500 menjadi Rp. 1.000. Harga susu anak Rp. 2.500 menjadi Rp. 5.000 dan sebagainya. Ketika hatinya ditanya, ia menjawab, "Mumpung jauh pedagang lain" "Cuman sekali-kali" "Mumpun orang tua terpaksa membeli". Aji mumpung terlalu banyak lahir di dunia ini. Para panitia jemahaan haji juga tidak ketinggalan melakukan kreasi "aji mumpung" untuk menarik keuntungan dan hampir tidak perduli perasaan para calon haji yang dongkol hanya dengan jurus "untuk beribadah" tidak perlu banyak protes. PEDAGANG JUGA HARUS BERIMAN!

Penulis: Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar