Senin, 01 November 2010

Nilai-Nilai Ibadah Kurban

Konsep nilai dilihat dari tiga tahap, yaitu dari willing (niat), acting (perbuatan), dan implication (akibat). Pada tahap niat, tentu syariatnya untuk Allah. Untuk Allah berarti melakukan ibadah kurban sebagai rasa cinta kepada Allah. Cinta akan melahirkan ketaatan tanpa perhitungan. Untuk menguji niat yang baik juga akan dilihat dari pelaksanaan niat itu sendiri. Pelaksanaan niat yang baik dalam ibadah kurban akan melahirkan kualitas kurban yang baik. Orang yang cinta pada Allah, tidak hanya akan berhitung bahwa berkurban hanya satu kali seumur hidup, tetapi setiap hari raya kurban, ia mestinya mempersembahkan hewan kurban. Mempersembahkan hewan kurban juga tentu tidak terbatas hanya satu ekor kambing, tetapi mempersembahkan sebanyak dan sebaik mungkin. Apa akibat dari ibadah kurban ini? Kemungkinan hasil dari ibadah kurban terhadap orang fakir dan miskin, mereka merasakan makan daging yang kemungkinan hanya mereka nikmati secara musiman, tidak seperti orang kaya, bisa mengkonsumsi daging kapan mereka mau. Orang yang fakir dan miskin akan menyadari kehadiran orang kaya di dunia ini karena bisa terkadang membahagiakan mereka dan membantu keperluan mereka. Kaum fakir miskin menyadari bahwa manusia ini bersaudara yang saling menyanyangi. Selain itu kaum pada diri fakir dan miskin bisa jadi terbangun psikologi ”tangan di atas”, sehingga membangunkan semangat untuk menjadi pemberi di suatu saat.
Psikologi tangan di atas perlu dibangun dipupuk dan dikembangkan, sebab kesan saya al-Qur’an lebih banyak mengecam orang-orang yang kikir. Seruan untuk memberi dengan segala bentuk lebih mendominasi dalam al-Qur’an, karena al-Qur’an menurut Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif pro orang miskin, tetapi membenci kemiskinan. Untuk itulah tidak kita temukan perintah menerima wakaf, zakat, infak, dan shadaqah di dalam al-Qur’an.
Ibadah kurban bagi yang melaksanakannya akan melahirkan sikap syukur terhadap nikmat Allah (tahadduts bi al-ni’mah). Kekikiran menghimpun segala keburukan dan aib dan ia adalah kendali yang menuntun kepada setiap kejelekan. Nilai ibadah kurban akan terbakar dengan riya dan sum’ah. Riya berarti berbuat baik bukan untuk Allah, tetapi untuk pamer dan unjuk kemampuan. Sum’ah adalah menceritakan kebaikan untuk menciptakan kesan yang baik bagi pendengar. Baik riya maupun sum’ah, keduanya merekayasa kesan menurut Jalaluddin Rakhmat.

Penulis: Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar