Rabu, 13 Agustus 2014
SELAMAT DATANG SANTRI BARU
SELAMAT DATANG SANTRI BARU DI KAMPUS TADIKA BORNEO
Jumat, 04 Juli 2014
Selamat Berpuasa
SELAMAT MENJALANKAN
IBADAH PUASA, SEMOGA RAMADAN INI DAPAT MEMPERBAIKI BUDI PEKERTI KITA. AMIN
Rabu, 28 Mei 2014
SELAMAT UJIAN ANAKKU
Santri Gontor sedang mengikuti ujian lisan dan setelah itu akan diteruskan ke ujian tulis. Kami segenap orang tua, dan saudara-saudaramu turun berdo'a, semoga semua ujian bisa kamu hadapi dengan tenang dan menghasilkan prestasi yang membanggakan.
Hal-hal yang perlu kamu ketahui amang: Pertama, ujian untuk mengevalusi sejauh mana penguasaan santri terhadap pelajaran yang diajarkan oleh ust.-ust. Kedua, ujian salah satu cara agar santri belajar. Ketiga, Yang Maha Pintar itu hanyalah Allah. Dari usaha manusia belajar, Allah menurunkan rahmatNya untuk dapat kita pahami, untuk itu jangan lupa berdo'a, "allimni bima jahiltu wa dzakkirni mimma nasitu: beritahu aku ya Allah jika aku tidak tahu, dan ingatkan aku, jika uku lupa". Keempat, target untuk mejadi juara I atau untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya dalam ujian tidaklah bagus. Tujuan yang bagus itu menurut pemahaman papa, keridaan kita sebagai manusia yang bertanggung jawab untuk diuji. Keridaan itu ditandai dengan senang belajar dan tenang mengikuti ujian, bersyukur atas semua hasilnya.
Hal-hal yang perlu kamu ketahui amang: Pertama, ujian untuk mengevalusi sejauh mana penguasaan santri terhadap pelajaran yang diajarkan oleh ust.-ust. Kedua, ujian salah satu cara agar santri belajar. Ketiga, Yang Maha Pintar itu hanyalah Allah. Dari usaha manusia belajar, Allah menurunkan rahmatNya untuk dapat kita pahami, untuk itu jangan lupa berdo'a, "allimni bima jahiltu wa dzakkirni mimma nasitu: beritahu aku ya Allah jika aku tidak tahu, dan ingatkan aku, jika uku lupa". Keempat, target untuk mejadi juara I atau untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya dalam ujian tidaklah bagus. Tujuan yang bagus itu menurut pemahaman papa, keridaan kita sebagai manusia yang bertanggung jawab untuk diuji. Keridaan itu ditandai dengan senang belajar dan tenang mengikuti ujian, bersyukur atas semua hasilnya.
Senin, 14 April 2014
Membuat Persiapan Diskusi Harus Memperhatikan Kisi-Kisi Silabus
Pengantar
Kuliah Tasauf Pertemuan Keempat
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
1. Pengertian, Latar Belakang, dan Perkembangan
Tasauf
2. Asal Kata, Teori Asal Usul Tasauf, dan
Tanggapan Ulama terhadapnya
3. Analisis
Paradigma Baru dalam Melihat Tasauf
Kuliah Tasauf Pertemuan Keempat
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
1. Paradigma lama dalam melihat tasauf
2. Paradigma baru dalam melihat tasauf
3. Pengertian sup ralogis dan supra rasional
4. Agrumentasi normatif konsep supra logis atau supra rasional
5. Analisis terhadap paradigma baru
Perbandingan Cara Pandang Filsafat dan Tasauf
Melihat Tuhan
Kuliah Tasauf Pertemuan Kelima
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
1. Konsep dasar filsafat dan Tasauf: Persamaan
dan Perbedaan
2. Konsep Tuhan dalam Filsafat dan Tasauf:
Perbedaan
3. Argumentasi normatif
4. Analisis terhadap perbedaan cara pandang
filsafat dan tasauf dalam melihat Tuhan.
Maqamat Menuju Tuhan
Kuliah Tasauf Pertemuan Keenam
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
15 April 2014
Pembahasan ini, setidaknya mendiskusikan:
1. Pengertian maqamat dan ahwal: Didekati dari
analisis linguistik dan terminologi, keterpaduan, perbedaan, dan contoh yang
diawali oleh analogi.
2. Tingkatan maqamat dan ahwal berdasarkan
pengalaman mistik para sufi dari tasauf Sunni dan Falsafi
3. Perpedaan pandangan maqamat tasauf Sunni dan
Falsafi
Dianjurkan menambahkan:
1. Apa saja yang dilakukan calon sufi dalam maqam
taubat dan bagaimana kemungkinan ahwalnya.
2. Bagaimana menguji tingkat maqam para calon
sufi dan siapa yang menentukan kelulusannya.
3. Bagaimana pandangan sufi tentang sabar dan
tingkatannya
4. Bagaimana pandangan sufi terhadap tawakkal dan
rida serta cara mengukurnya
5. Bagaimana pandangan ulama terhadap zuhud.
6. Fenomena sikap zuhud orang yang lanjut usia
Mahabbah dan Ma’rifah
Kuliah Tasauf Pertemuan Ketujuh
Sehat Sultoni Dalimunthe
Pembahasan ini, setidaknya mendiskusikan:
1. Pengertian mahabbah dan ma’rifah secara
linguistik dan terminologinya dalam tasauf
2. Konsep Mahabbah dan Ma’rifah
3. Tingkatan Mahabbah dan Ma’rifah
4. Rasionalisasi Mahabbah dan Ma’rifah
5. Biografi Tokohnya
Ahwal dalam Perjalanan Menuju Tuhan
Kuliah Tasauf Pertemuan Kedelapan
Sehat Sultoni Dalimunthe
1.
Pengertian dan sifat ahwal dalam
tasauf
2.
Analagi ahwal
3.
Macam-macam ahwal, sebagai pengalaman mistik para sufi
4.
Analisis ahwal dalam maqamat
Aliran-Aliran Tasauf
Kuliah Tasauf Pertemuan Kesembilan
Sehat Sultoni Dalimunthe
1. Latar Belakang Munculnya aliran tasauf:
rasionaliasasi dan fenomena
2. Macam-macam aliran tasauf
3. Ciri khusus aliran-aliran tasauf
4. Analisis terhadap aliran-aliran tasauf
Al-Fana wa al-Baqa
Kuliah Tasauf Pertemuan Kesepuluh
Sehat Sultoni Dalimunthe
1. Pengertian al-Fana wa al-Baqa secara
linguistik dan terminologi tasauf
2. Konsep al-Fana wa al-Baqa
3. Analogi al-Fana wa al-Baqa
4. Letak penolakan ulama dalam konsep al-fana wa
al-baqa
5. Analisis
terhadap konsep al-fana wa al-baqa
Ittihad, Wahdatul Wujud, dan Hulul
Kuliah Tasauf Pertemuan Kesebelas
Sehat Sultoni Dalimunthe
1. Pengertian Ittihad, Wahdatul Wujud, dan Hulul
secara linguistik dan terminologi tasauf
2. Konsep ittihad, wahdatul wujud, dan hulul:
Persamaan dan perbedaan
3. Rasionalisasi konsep ittihad, wahdatul wujud,
dan hulul
4. Analisa konsep ittihad, wahdatul wujud, dan
hulul dalam perspektif filsafat mistik
Pemikiran Tasauf Ibn ’Arabi dalam Fushus
al-Hikm
Kuliah Tasauf Pertemuan Keduabelas
Sehat Sultoni Dalimunthe
1. Komentar para ahli terhadap Ibn Arabi
2. Biografi Ibn Arabi: Identitas, Pendidikan,
Murid, Guru, Karya
3. Perkenalan dengan Fushusu al-hikm
4. Konsep Tasauf dalam Fushus al-hikm
5. Analisa terhadap pemikiran Ibn Arabi dalam
Fushus al-hikm
Pemikiran Tasauf Abdul Karim al-Jili dalam
al-Insan al-Kamil
Kuliah Tasauf Pertemuan Ketigabelas
Sehat Sultoni Dalimunthe
1. Komentar para ahli terhadap al-Jili
2. Biografi al-Jili: Identitas, Pendidikan,
Murid, Guru, Karya
3. Perkenalan dengan al-Insan al-Kamil
4. Konsep Tasauf dalam al-Insan al-Kamil
5. Analisa terhadap pemikiran al-Jili dalam
al-Insan al-Kamil
Pemikiran Tasauf Jalaluddin Rumi dalam
Matsnawi dan Fihi Ma Fihi
Kuliah Tasauf Pertemuan Ketigabelas
Sehat Sultoni Dalimunthe
1. Komentar para ahli terhadap Jalaluddin Rumi
2. Biografi Rumi: Identitas, Pendidikan, Murid,
Guru, Karya
3. Perkenalan dengan Fihi ma Fihi
4. Konsep Tasauf dalam Fihi ma Fihi
5. Analisa terhadap pemikiran Rumi dalam Fihi ma
Fihi
Senin, 07 April 2014
Kuliah Pertemuan Kelima Tasauf
Perbandingan
Cara Pandang Filsafat dan Tasauf Melihat Tuhan
Kuliah
Kelima Tasauf
Sehat
Sultoni Dalimunthe, M.A.
A. Filsafat Ketika Dipelajari Tasauf Ketika Diamalkan
Perlu
dikemukakan kembali pendapat Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara bahwa tasauf itu
ketika dipelajari sebagai filsafat, tetapi ketika diamalkan sebagai tasauf.
Untuk itu sebagian berpendapat termasuk Mulyadhi bahwa tasauf itu tidak bisa
dipelajari, tetapi bisa diamalkan saja. Artinya, bertasauf itu urusan praktek
bukan teori.
Pernah kita
Anda berbuat kebaikan dengan tulus ikhlas karena kebaikan itu merupakan kepribadianmu.
Dalam makna seperti ini, tasauf bagaikan akhlak, yaitu perbuatan baik yang
dengan mudah dan ringan dilaksankan tanpa proses berpikir. Karena ini urusan
dalam, maka susah dinilai dengan benar. Selain itu, di zaman sekarang agak
susah kita mendapat manusia yang tulus berbuat baik. Ciri-cira manusia seperti
ini, ia lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya. Di satu sisi, orang
bilang bagaikan lilin, menerangi, tetapi ia hancur. Dalam konsep tasauf tentu
tidak bisa disamakan dengan lilin. Yang dapat diterima, itulah pengorbanan.
”Suka
berkorban”, tapi bukan jadi korban.
Berkorban itu nilainya tinggi, sementara korban nilainya rendah. Dus, dua
konsep yang sangat berjauhan antara berkorban dan korban. Berkorban itu
perbuatan mulia, sementara korban itu akibat kelemahan, sehingga mengundang
belas kasihan. Kalau bukan karena konsep pengorbanan buat apa Rasulullah Saw.
memperjuangkan Islam ini. Resistensi ia dapatkan dari dalam dan luar. Ia siap
dimusuhi oleh keluarga terdekatnya, bahwa siap untuk mempertaruhkannya nyawanya
untuk Islam sebagai ketaatan kepadaNya.
Na’uzu
billah, iman kita boleh jadi lemah. Kekuatan iman itu akan kelihatan ketika
behadapan dengan tantangan kehilangan nyawa. Sahabat Rasul dulu banyak yang
bercita-cita mati syahid dalam peperangan. Sekarang ini, kesiapan mati syahid
demi ketaatan kepada Allah boleh jadi cerita yang jarang kita dengar.
Alkisah
menceritakan bahwa ada seorang ust. yang punya penyakit mag, sehingga ia
dilarang oleh dokter puasa. Karena sudah lama ia tidak puasa, suatu saat jiwa
ketaatannya melawan dan berkata, ”saya akan puasa walaupun harus mati”. Mungkin
seperti inilah kualitas jiwa yang diinginkan oleh tasauf itu.
Filsafat
berbicara dengan akalnya sementara tasauf dengan hatinya. Dalam pandangan
filsafat itu, Tuhan itu sangat jauh dan tidak terjangkau. Akal tidak pernah
selesai jika berbicara Tuhan, karena Tuhan itu Maha Gaib, tapi menurut Mulyadhi
justru Ia Paling Nyata, karena Ialah yang pasti Ada dan mustahil tiada,
sementara yang lainnya, tiada karena ia mungkin menjadi tidak ada.
Tasauf
memangdang Tuhan itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita.
Mereka merujuk dari Q.S. Qaf/50: 60.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ
حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya, ”Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
dari pada urat lehernya,” (Q.S. Qaf/50: 60.)
Karena Tuhan
begitu dekat dalam pandangan tasauf,
maka terkadang mereka tahu apa yang diketahui Tuhan karena diberitahu
olehNya. Itulah yang kelak yang dipelajari dalam pembahasan ”ma’rifah”. Kalau
tidak tahu batasannya seakan-akan sufi itu seperti dukun yang bisa mengetahui
hal yang gaib. Bedanya dukun kalau ditanya selalu bilang tau. Sementara sufi
yang memiliki ma’rifah tidak selama ia tau. Ia tau karena diberitau oleh Tuhan
dan ia tidak tau, jika tidak diberitahuNya. Dukun selalu tau, jika ia tidak
tau, maka ia menjadi tidak dukun lagi. Dukun mengetahuinya bukan dari Tuhan,
tapi dari cara yang tidak dibenarkan agama dan cenderung mereka menduga-duga
saja, walaupun terkadang tebakan mereka benar.
Senin, 31 Maret 2014
Paradigma Baru dalam Melihat Tasauf
Kuliah
Keempat Tasauf
Paradigma
Baru dalam Melihat Tasauf
Sehat
Sultoni Dalimunthe
1-4-2014
Tasauf pada
mulanya dipandang para ilmuan, khususnya para saintis sebagai disiplin ilmu
yang irrasional Artinya, tidak masuk akal. Sesuatu yang tidak masuk akal pada
mulanya dianggap rendah secara ilmiah. Sesuatu yang bertentangan dengan akal
itu dianggap rendah dan tidak benar.
Kalau
seseorang yang tinggal di Lhokseumawe mengatakan bahwa ia shalat Jum’at di
Mesjidil Haram dan pada hari yang sama dan tanggal yang sama ia Shalat Ashar di
Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Logika manusia normal akan mengatakan bahwa
berita itu tidak mengandung kebenaran atau itu suatu kebohongan atau orang yang
menyampaikan itu adalah orang gila dan sekian sebutan yang mengatakan itu tidak
masuk di akal normal manusia. Nilai berita itu sebanding dengan mengatakan ”ada
pohon pepaya berbuah mangga”. Bagi mereka yang mengetahui bahwa pohon pepaya
adalah berbuah pepaya dan tidak pernah berbuah yang lainnya seperti buah
mangga, maka ia akan mengatakan proposisi itu tidak benar atau proposisi itu
mengada-ngada atau proposisi itu tidak perlu ditanggapi. Karena selama ini, ia
tidak pernah melihat hal itu. Sesuatu yang tidak pernah ia lihat, maka ia nilai
salah. Bukankah masih banyak yang tidak pernah kita lihat dan itu ternyata
benar?
Yang tidak
pernah dilihat bukan berarti tidak benar bukan? Pernahkah kita melihat akal,
hati, dan nafsu manusia? itu tidak pernah kita lihat, hanya saja sering kita
baca dan sering dibicarakan, sehingga kita pun yakin bahwa hal itu ada pada
diri manusia. Siapa yang berani mengingkari adanya ruh? sedangkan ruh itu tidak
pernah kelihatan, tapi itu diyakini ada oleh manusia yang normal.
Begitulah
paradigma lama para siantis melihat tasauf, sesuatu yang rendah dan bahkan
tidak bernilai kebenaran, sehingga orang yang bertasauf itu ”dianggap sebelah
mata”.
Sealur
dengan perkembangan tasauf yang awalnya dianggap rendahan pada gilirannya
ternyata dinilai terbalik bahwa tasauf itu adalah disiplin ilmu yang
membutuhkan tingkat rasionalitas yang tinggi, sehingga akal manusia saja tidak
akan sampai menembus pemahamannya. Bagaimana kisah di atas, seseorang yang
tinggal di Lhokseumawe dapat shalat Jum’at di Mesjidil haram, pada hari dan
tanggal yang sama ia shalat Ashar di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Ternyata
proposisi itu harus lagi ditafsirkan dengan nomenklatur tasauf tentang alam
ruh.
Untuk
menjelaskan alam ruh, secara sederhana, bisa dijelaskan bahwa seorang mahasiswi
yang baru tiga hari menikah mengikuti kuliah di STAIN. Pada saat berjalan
perkuliahan di ruang belajar, ternyata fisik dari mahasiswa itu jelas dilihat
hadir. Ternyata akal pikirannya, hati, dan nafsunya masih ada di rumah. Seakan2
akal, hati, dan nafsurnya mengatakan, ”lama kali kuliah ini, saya ingin cepat2
pulang agar ketemu dengan suamiku tercinta yang ganteng dan baik hati.
Belaiannya tadi malam sangat mengesankan. Aku ingin berlama2 dengnnya, dsb”.
Analogi itu dapat memahami gambaran alam ruh orang yang mengatakan shalat Jum’at
di Mesjidil Haram dan shalat Ashar di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe, Ruhnya
atau jiwanya bisa jadi shlat Jum’at di Mesjidil Haram, sedangkan jasadnya tetap
shalat Jum’at di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Meskipun ia shalat Jum’at di
Baitul Rahman Lhokseumawe, tapi jiwanya hadir di Mesjidil Haram. Begitu ia
shlat Ashar di Mesjid Baitul Rahman pada hari dan tanggal yang sama, ternyata
jiwanya pun tetap shalat di tempat itu dan tidak di Mesjid Bairul Rahman.
Analogi seperti ini dapat diterima oleh akal karena kita bisa mengalaminya.
Kemungkinan
lain bisa juga terjadi bahwa jasad dan ruhnya memang shalat Jum’at di Mesjidil
Haram dengan kekuasaan dan kehendak Allah, sementara pada hari dan tanggal yang
sama ia sudah shalat Ashar di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Itu tidak masuk
akal bukan, tapi Allah pasti mampu melakukannya karena Ia Maha Kuasa dan kuasa
melakukan apa saja, tanpa kecuali, termasuk kuasa membuat matahari terbit dari
Barat dan terbenam di Timur.
Untuk itu,
sekarang ini tasauf dipandang sebagai disiplin ilmu yang menggunakan pendekatan
suprarasional atau supralogis, dimana kemampuan akal yang tinggi, hingga
mendekati akal kehendak Allah. Bertasauf sekarang ini menuntut ketinggian logika.
Orang yang kemampuan logikanya tidak bagus, maka logika tasaufnya dengan
sendirinya akan rendah. Untuk itulah program studi filsafat di Perguruan Tinggi
Islam dengan sendirinya mempelajari tasauf itu sendiri. Disinilah Prof. Dr.
Mulyadhi Kartanegara mengatakan bahwa tasauf ketika dipelajari adalah filsafat,
ketika diamalkan sebagai tasauf.
Minggu, 23 Maret 2014
Kuliah Tasauf Pertemuan Ketiga 25 Maret 2014
KULIAH
TASAUF KETIGA, SELASA 25 MARET 2014
SEHAT
SULTONI DALIMUNTHE, M.A.
A.
PENGERTIAN
Tasauf bisa didefenisikan dengan
bermacam2 redaksi, tetapi tidak keluar dari:
1.
Tasauf itu teori untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan jarak yang
sedekat-dekatnya
2.
Tasauf untuk mensucikan diri
3.
Tasauf bekerja dengan hati
4.
Tasauf melihat dunia sebagai jembatan untuk menuju akhirat.
5.
Tasauf pengalaman mistik para sufi.
6.
Tasauf adalah teori mistik keagamaan Islam
B.
LATAR BELAKANG LAHIRNYA TASAUF
Tasauf lahir dari sikap umat
Muslim, khususnya para pemimpin yang tidak mengindahkan ajaran Allah. Tasauf
lahir dari latar belakang moral keagamaan yang mencintai Allah.
C.
PERKEMBANGAN TASAUF
Pada mulanya tasauf itu bukanlah suatu disiplin ilmu, tapi sebagai gerakan
moral keagamaan kemudian pada masa tabi’in-tabiin menjadi suatu disiplin ilmu. Secara
umum perkembangan tasauf dibagi tiga:
1.
Tasauf Sunni, dimana bertasauf mengikuti
tarikat dengan system maqamat atau tahapan-tahapan menuju Tuhan, tanpa
ada konsep al-fana wa al-baqa dan konsep persatuan Sufi dengan Tuhan.
2.
Tasauf Falsafai, dimana bertasauf
yang berujung pada konsep persatuan sufi dengan Tuhan.
3.
Tasauf Modern, ini istilah yang tidak begitu populer. Di Indonesia
dipopulerkan oleh Buya Hamka dimana bertasauf tidak mesti mengikuti tarekat dan
tidak mesti berujung pada konsep persatuan Sufi dengan Tuhan, tetapi selagi
manusia berada pada panduan ilahi, maka ia sedang bertasauf. Dalam makna yang
terakhir ini, belajar untuk menuntut ilmu menjadi amalan tasauf karena ia juga
sesuai dengan panduan Allah dan mendatangkan pahala.
D.
ASAL KATA TASAUF
Tasauf itu dikatakan berasal dari
lima kata. Pertama, saf, yang berarti saf pertama di dalam shalat, dimana
mereka itu adalah golongan terbaik. Artinya, orang-orang sufi adalah
orang-orang terkekat Tuhan, sehingga mereka berhak disebut orang terbaik.
Kedua, sofin, artinya suci. Artinya para sufi itu menilai mereka itu orang
suci, sementara yang lainnya, “sok suci”. Ketiga, suf yang berarti wol kasar,
dimana para sufi tidak begitu menyukai kenikmatan dunia, karena kenikmatan
dunia sering melalaikan pelakunya untuk mengingat Allah. Keempat, suffah yang
berarti pelana unta, dimana para sahabat nabi yang pertama hijrah ke Madinah,
tidur di Mesjid Nabawi berbantalkan suffah. Ini menandakan bahwa mereka para
sufi hidup sederhana dalam berjuang mendekatkan diri kepada Allah. Terakhir
diduga berasal dari kata shofos yang berarti bijaksana. Orang-orang sufi adalah
orang yang bijaksana, yang lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada
kepentingan dirinya. Sementara orang lain hanya “bijaksinia” yang mendahulukan
kepentingan pribadinya daripada kepentingan orang lain.
Asal-usul ajaran tasauf, dikatakan
berasal dari: Pertama, Hindu karena adanya konsep persatuan Brahma sebagai
Tuhan dengan Atman orang sufi. Mirip dengan tasauf falsafi. Kedua, emanasi
Plotinus, dimana pada mulanya roh itu suci. Ketika bersatu dengan jasat, roh
menjadi kotor. Ketika kotor, roh membutuhkan jasad. Ketika roh kembali suci,
maka roh menginginkan berpisah dengan jasad. Ajaran ini mirip dengan sikap para
sufi yang melihat kematian sebagai kebahagiaan karena telah sucinya roh
kembali. Ketiga, ajaran Kristen dengan konsep “Maryamisme”. Maryam tidak
menikah karena pengabdiannya kepada Alllah. Di dalam ajaran Kristen, biarawati
tidak boleh menikah sebagai wujud ketundukannya kepada Tuhan. Para biarawati
hidupnya menyendiri untuk berkonsentrasi beribadah kepada Tuhan. Di dalam
tasauf ada yang dikenal dengan zuhud, dimana para calon sufi menyepi untuk
berkonsentasi mendekatkan diri kepada Allah. Keempat, dari Budha dengan faham
Nirwani, dimana jika orang ingin masuk surga, maka ia harus menyakiti dirinya.
Konsep ini mirip dengan ajaran tasauf, jika ingin dengan dengan Allah maka
harus mengikuti hidup perihatin seperti banyak puasa menahan lapar, banyak
beribadah, dan meninggalkan yang serba nikmat. Kelima, dari ajaran filsafat
Pytagoras yang melihat bahwa roh itu adalah kekal dan berada di dunia seperti
orang asing. Ajaran ini mirip dengan ajaran Islam yang melihat roh itu adalah
kekal kemudian karena tidak menyukai kemewahan, maka ia dianggap asing.
E.
TANGGAPAN ULAMA TERHADAP TASAUF
Menanggapi ajaran tasauf ini ada
golongan yang mengapresiasi karena misinya mendekatkan diri kepda Allah dengan
jarak yang sedekat-dekatnya. Ada juga ulama yang menilai tasauf sunni itu
sangat dianjurkan, sementara menilai tasauf falsafi itu sesat, karena mereka
para sufi tersebut mengaku bersatu dengan Tuhan dan mengaku sebagai Tuhan. Ada
yang menilai bahwa bertasauf itu, tidak perlu mengikuti tasauf sunni maupun
falsafi, tapi cukup mengikuti ajaran Allah, karena Rasulullah tidak
memperaktekkan ajaran itu.
Senin, 10 Maret 2014
PERTEMUAN PERTAMA KULIAH TASAUF 11 MARET 2014
KULIAH TASAUF
PERTEMUAN PERTAMA
11 MARET 2014
PENGANTAR TASAUF
A.
Sejarah Lahirnya
Tasauf
Disiplin ilmu yang
pertama kali lahir dalam Islam adalah al-Qur’an dan tafsir. Hal itu dapat
dipahami karena al-Qur’an adalah wahyu yang turun secara bertahap sebagai
panduan hidup manusia menuju akhirat. Selanjutnya, karena penyampai al-Qur’an
itu adalah Rasulullah Saw., maka disiplin ilmu yang berkembang selanjutnya
adalah hadits dan tafsir hadits walaupun yang terakhir ini tidak lazim disebut.
Dikemudian hari dipandang perlu lahirnya Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits
sebagai teori-teori al-Qur’an dan hadits. Disiplin ilmu kalam selanjutnya
berkembang, khususnya di saat awal khilafah Ali bin Abi Thalib yang bibitnya
telah muncul di saat Rasulullah Saw. wafat, ketika membicarakan tentang siapa
yang berhak menggantikan Rasulullah Saw. sebagai pemimpin. Ilmu Fiqh walaupun
tidak berdiri secara khusus, tetapi pelajaran al-Qur’an sendiri telah banyak
membicarakan fiqh karena ilmu itu menyangkut persoalan-persoalan teknis, hanya
saja ilmu itu lahir dan berkembang secara formal pada saat lahirnya Imam
Madzhab pada masa Sahabat dan berkembang pesat pada masa Tabi’in. Tasauf
sesungguhnya lahir pada masa Tabi’in Tabi’in.
Kelahiran tasauf
diduga kuat pada saat manusia telah banyak yang berpaling dari ajaran Allah,
termasuk para pemimpin. Ketika kelompok yang resah dengan perilaku buruk itu
mengingatkan para pemimpin untuk kembali ke jalan yang benar, tetapi tidak
mendapat respon yang baik, maka mereka mulailah menyusun kelompok yang perduli
dengan ajaran Allah. Komunitas yang perduli dengan ajaran Allah itu, akhirnya
ada yang mengasingkan diri untuk berkonsentrasi mendekatkan diri kepada Allah.
Inilah yang kemudian disebut dengan kalangan Sufi. Dus, tasauf bisa disebut
lahir dari keprihatinan bertuhan.
B.
Pengertian Tasauf
Banyak cara memahami
tasauf, di antaranya dapat disebutkan bahwa tasauf adalah disiplin ilmu yang
ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya. Tasauf
adalah disiplin ilmu berurusan dengan hati. Tasauf adalah pensucian diri.
Bagaimana pun orang atau ahli mendefenisikan tasauf, tetapi tasauf teorinya
dari kumpulan pengalaman mistik para sufi. Pengalaman mistik para sufi yang
dapat digeneralisir ini kemudian tumbuh menjadi tasauf.
Tasauf sendiri dalam
perspektif yang lebih modern bukanlah ilmu karena ilmu itu membutuhkan
pembuktian empiric. Tasauf juga menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir bukan filsafat
karena memahami teorinya sering kali tidak bisa dijangkau oleh logika manusia.
Untuk itu, tasauf disebut dengan mistik dimana mengukurnya dengan perasaan,
keimanan, keyakinan, walaupun kadang-kadang empiric.
Prof. Dr. Mulyadhi
Kartanegara, tasauf itu ketika dipelajari itu adalah filsafat, tapi ketika
diamalkan adalah tasauf.Memang ketika belajar tasauf, kita mengukur
kebenarannya dengan metode filsafat, setidaknya dengan menggunakan piranti
logika yang terdalam, mendekati kehendak Tuhan. Cobalah renungkan dengan logika
normal
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ
حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ
يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan
hartanya di jalan Allah(^) adalah serupa dengan
sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir: seratus
biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha
Mengetahui.
(^) Pengertian
menafkahkan harta di jalan Allah meliputi
belanja untuk
kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah
sakit, usaha
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.” (Q.S. al-Baqarah/2: 261)
Jika disingkat makna
ayat di atas, kalau kita berinfak di jalan Allah 1 membuahkan 700. Berinfak Rp.
1000 bisa menghasilkan Rp. 700.000. Logika manusia banyak yang tidak terima.
JIka banyak orang yang menerima dan mengimaninya kemudian mengamalkannya,
niscaya lebih banyak manusia yang dermawan di muka bumi ini,karena teorinya
“menderma selalu beruntung”. Logika ini akan ditolak mentah-mentah orang-orang
yang pelit. Mana mungkin memberi yang mengurangi kepemilikan, malah bisa
menambahkah kepemilikan. Tapi, jika dipahami secara mendalam, Allah tidak
pernah ingkar janji dan Allah Maha Kuasa, termasuk kuasa menggandakan rezeki kita
dengan cara yang tidak diduga-duga. Masa Allah Yang Maha Kuasa tidak mampu
menggandakan sedekah kita yang ikhlas Rp. 1.000 menjadi Rp. 700.000? Bagi Allah
itu semua mudah و ان ذالك علي الله يسير
C.
Bertasauf Tidak
Harus Meninggalkan Dunia
Ajaran tasauf, tidak
ingin terpedanya dengan kenikmatan dunia, sehingga sikap mereka para sufi
sering dipahami kurang responsive terhadap kemewahan. Tidaklah dikatakan
seorang sufi, jika ia suka bermewah-mewah dan hajat berdunia melebihi hajatnya
terhadap akhirat. Dalam khazanah tasauf sering dijadikan contoh bahwa Rabiatul
Adawiyah seoran zahidah menolak diberi rumah yang bagus karena ia takut terlalu
nyenyak tidurnya, sehingga ketinggalan shalat Shubuhnya.
Sesungguhnya tasauf
tidak anti pada kenikmatan dunia, tetapi kenikmatan yang tidak melalaikan untuk
mengingat Allah. Memang Allah mengingatkan bahwa manusia ini banyak yang lupa
kepada Allah karena “nikmat yang banyak” (Q.S. al-Takatsur/102: 1-2). Jika kita
termasuk orang yang memiliki banyak nikmat, malah semakin banyak mengingat
Allah, maka nikmat tersebut sangat diharapkan dan tidak dicela. Untuk itu
bisanya termasuk kalangan “minoritas”. Dengan kata lain, lebih sedikit orang
kaya dengan kekayaannya ia lebih mengingat Allah daripada orang miskin dengan
kemiskinannya, ia mengingat Allah.
وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِدًا
أَوْ قَآئِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى
ضُرٍّ مَّسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Dan apabila
manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami
dalam keadaan
berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah
Kami hilangkan
bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui
(jalannya yang
sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa
kepada Kami untuk
(menghilangkan) bahaya yang telah
menimpanya.
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu
memandang baik
apa yang selalu mereka kerjakan.”
(Q.S.Yunus/10:12)
Ayat ini mengandung
bahwa dalam kemiskinin orang lebih banyak mengingat Allah, walaupun ada kalanya
kemiskinan membuat ini lebih kafir kepada Allah. Banyak orang yang menderita
tidak ada lagi yang bisa membantunya, akhirnya ia kembali bermohon kepada Allah
sebagai Pembantu Satu-Satunya. Orang yang tidak pernah mengingat Allah, ketika
Tsunami terjadi dan ia terhanyut ombak laut, tanpa terasa ia pasti
memanggil-manggil Allah bagi mereka yang Islam.
D.
Bertasauf Kampungan
Tidak Benar
Di tahun 1990-an
para ilmuan malu jika dibilang bertasauf, karena kesannya tasauf itu tidak
rasional, tidak berpikir logis, alias pekerjaan yang tidak masuk akal. Di akhir
tahun 1990-an, para ilmua sudah merasa bangga kalau mengikuti tasauf. Kenapa?
karena bertasauf ternyata membutuhkan kemampuan logika tinggi, maka para ilmuan
menyebutkan pendekatannya “supralogis”. Logika manusia saja tidak cukup untuk
memahami tasauf, tetapi kita membutuhkan “logika Tuhan”. Kita harus mampu
menafsirkan kehendak Tuhan dalam bahasa Prof. Dr. Qomaruddin Hidayat.
Bertasauf tidaklah
mudah, karena ia didahului oleh berfilsafat. Tasauf bukan saja menghadirkan
akal dalam memahami konsep, tetapi ia mengikutkan hati. Ternyata memahami
dengan hati jauh lebih dalam dari memahami dengan akal.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ
قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ
آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ
هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya
Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam
kebanyakan dari
jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Kedatangan azab
Allah kepada orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat-Nya
dengan cara istidraj(^)
(^) Yaitu: dengan
membiarkan orang itu bergelimang dalam
kesesatannya,
hingga orang itu tidak sadar bahwa dia
didekatkan secara
berangsur-angsur kepada kebinasaan.” (Q.S. al-A’raf/7: 179)
E.
Aplikasi Tasauf
Dalam Kehidupan
Dalam kehidupan
sehari-hari setidaknya ada yang harus diraih dalam hal bertasauf:
1. Mencoba mengejar kebaikan
2. Tidak merasa rugi dalam berbuat baik
3. Merasa beruntung dalam berbuat baik
4. Senang berbuat baik
Berlanjut 18 Maret 2014 mendatang.
Langganan:
Postingan (Atom)