HUBUNGAN FAKTOR GENETIKA, MENGKONSUMSI ASI, DAN JARAK KELAHIRAN
DENGAN KECERDASAN INTELEKTUAL ANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ada tiga teori
faktor perkembangan manusia, yaitu nativisme, empirisisme, dan konvergensi.
Ketiga teori itu memberi alasan bagaimana manusia bisa berhasil, termasuk dalam
bidang pendidikan. Untuk itulah dalam konteks pendidikan tiga nomenklatur tersebut termasuk
dalam entri pembahasan psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan, satu di
antara tiga grand teori ilmu sosial yang menjadi landasan teori
pendidikan sebagai ilmu sosial terapan (applied science).[1]
Menurut teori nativisme, faktor perkembangan
manusia dipengaruhi oleh faktor keturuanan. Sementara empirisisme berpendapat
bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh lingkungan yang salah satu
maksudnya pendidikan. Adapun aliran konvengensi berpendapat faktor nativisme
dan empirisisme sama-sama mempengaruhi perkembangan manusia.
Aliran nativisme terkasan pesimistis karena
perkembangan manusia sangat tergantung dengan faktor keturuanan.[2]
Aliran yang diprakarsai oleh Schopenhauer, filosof Jerman ini termasuk
mengikuti pemikiran Plato, Descartes, Lombroso dalam pengertian terbatas.[3]
Kata Sumadi Suryabrata dalam pembahasan nativisme (al-wiratsiyah),[4]
“pokoknya keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki orang tua juga dimiliki oleh
anaknya.[5]
Faktor keturunan ada yang bersifat jasmani dan
ada yang bersifat rohani..[6]
Faktor keturunan yang bersifat jasmaniah itu digolongkan pada disiplin ilmu
genetika (muarritsiun),[7]
sementara faktor keturunan yang bersifat rohaniah itu digolongkan pada disiplin
ilmu hereditas (al-wiratsah).[8]
Bakat aqliyah dan nafsiyah itu
berhenti diwariskan sampai dua tahun menurut Muhammad Abduh. Setelah itu,
seorang manusia berada pada fase empirisisme, dimana faktor aqliyah dan nafsiyah
sepenuhnya dipengaruhi oleh lingkungan.[9]
Hal ini juga senada dengan pendapat Andi Hakim Nasution, bahwa setelah dua
tahun, faktor empirisismelah yang mempengaruhi perkembangan manusia.[10]
Selain factor genetika dan mengkonsumsi ASI, kecerdasan anak ada
hubungannya dengan jarak kelahiran. Jarak
kelahiran antara satu anak dengan Saudara laki-laki maupun perempuan baik ke
atas ataupun ke bawah. Di dalam al-Qur’an jarak kelahiran minimal 30 bulan
(Q.S. al-Ahqab: 15). Namun perlu diperhatikan bahwa itu ukuran minimal, dimana
umur kandungan manusia bisa hidup dengan umur kandungan 6 bulan dan 2 tahun
menyusui. Kelahiran 6 bulan kandungan masih termasuk katagori kelahiran
perematur. Jarak kelahiran idealnya minimal 2,9 (33 bulan), 9 bulan masa
kandungan dan 2 tahun masa menyusui.
Masyarakat tradisional seringkali tidak memiliki wawasan tentang
jarak kelahiran ini, sehingga dalam suatu keluarga bisa jadi jarak kelahiran
antara satu anak dengan anak lainnya hanya satu tahun atau dua tahun. Jika itu
terjadi, maka tentu perkembangan janin dan anak akan terganggu. Janin terganggu
dan anak ASI juga terganggu. Hal ini mempengaruhi kecerdasan anak.
Dalam penemuan George Stuil bahwa umur
kandungan yang normal sembilan bulan. Jika dalam keadaan normal, maka anak yang
lahir sembilan bulan memiliki tingkat intelegensi yang standard, tidak termasuk
cerdas. Anak-anak yang cerdas umumnya ditemukan dari ibu yang mengandungnya 11
bulan dan 13 bulan dalam keadaan normal.[11]
Berdasarkan
hasil wawancara dan pengamatan penulis terhadap beberapa siswa SMP sederajat di
Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah Dayah mereka yang berasal dari salah satu
orang tua yang berprestasi dalam studi pada umumnya cenderung berprestasi baik
di sekolah. Memang ada juga sebagian
kecil yang orang tuanya tidak berprestasi baik semasa studi menurut pengakuan
mereka, tetapi prestasi anak mereka
tergolong baik. Siswa SMP sederajat di dua desa itu pada umumnya mengkonsumsi
ASI semasa balita. Terhadap jarak kelahiran, umumnya dua tahun ke atas.
Sebagian kecil di atas 3 tahun. Mereka yang tidak berasal dari orang tua yang
berprestasi baik semasa sekolah, tetapi jarak kelahirannya di bawah dua tahun
lebih rendah prestasinya dibandingkan mereka yang jarak kelahirannya 3 tahun ke
atas.
Dari latar belakang di atas, penulis memandang perlu meneliti hubungan factor genetika, mengkonsumsi ASI, dan jarak kelahiran
dengan kecerdasan anak. Untuk itu, penelitian ini dirumuskan dalam judul penelitian Hubungan Faktor Genetika, Mengkonsumsi ASI, dan Jarak Kelahiran
Dengan Kecerdsan Anak.
B. Identifikasi Masalah
Melihat latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang timbul
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.
Apa saja yang
mempengaruhi kecerdaan anak?
2.
Adakah hubungan factor
genetika dengan kecerdaan anak?
3.
Adakah perbedaan
pengaruh intelektual mengkonsumi ASI dengan ibu kandung dan bukan ibu kandung?
4.
Sampai batas mana
factor genetika dapat berpengaruh?
5.
Bagaimana factor
genetika yang baik dapat dirusak oleh perkawinan saudara dekat terhadap
kecerdasan anak?
6.
Adakah metode menyusui
anak dapat mempengaruhi kualitas ASI?
7.
Adakah perbedaan
kualitas ASI berdasarkan factor geografis tempat tinggal ibu menyusui?
8.
Adakah perbedaan kualitas ASI berdasarkan
factor ras?
9.
Adakah perbedaan
kualitas ASI berdasarkan factor suku?
10. Adakah perbedaan kualitas ASI berdasarkan factor
agama?
11. Adakah perbedaan kualitas ASI berdasarkan factor
bangsa?
12. Bagaimana pengaruh ibu peminum minuman keras terhadap
kualitas ASInya?
13. Bagaimana pengaruh ibu perokok terhadap kualitas
ASInya?
14. Adakah hubungan jarak kelahiran dengan kecerdasan
anak?
15. Bagaimana perbedaan kualitas intelektual anak yang
jarak kelahirannya kurang dari dua tahun dan di atas dua tahun dibawah dupuluh
Sembilan bulan?
16. Bagaimana perbedaan kualitas intelektual anak yang
jarak kelahirannya 30 bulan dan 33 bulan?
17. Bagaimana perbedaan kualitas intelektual anak yang
jarak kelahirannya 33 bulan dan lebih dari 48 bulan?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat
banyaknya masalah yang ditimbulkan dari judul penelitian ini, maka perlu
kiranya membatasi masalah untuk kemudahan penelitian. Penelitian ini dibatasi
pada masalah korelasi factor genetika, mengkonsumsi ASI, dan jarak kelahiran
dengan kecerdasan anak secara intelektual siswa SMP sederajat di Desa Meria
Paloh dan Desa Meunasah Dayah Kota Lhokseumawe.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah berikut:
1.
Adakah hubungan factor genetika dengan kecerdasan intelektual siswa SMP
sederajat di Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah Dayah Kota Lhokseumawe.?
2.
Adakah hubungan factor mengkonsumi ASI dengan kecerdasan
intelektual siswa SMP sederajat di Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah Dayah
Kota Lhokseumawe.?
3.
Adakah hubungan factor jarak kelahiran dengan kecerdasan
intelektual siswa SMP sederajat di Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah Dayah
Kota Lhokseumawe.?
E. Tujuan
Karena tujuan penelitian berhubungan dengan rumusan masalah
penelitian,[12]
maka tujuan penelitian ini secara spesifik dirumuskan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui hubungan factor genetika dengan kecerdasan intelektual siswa SMP sederajat di Desa Meria
Paloh dan Desa Meunasah Dayah Kota Lhokseumawe.
2.
Untuk mengetahui hubungan factor mengkonsumsi ASI dengan kecerdasan intelektual siswa SMP sederajat di Desa Meria
Paloh dan Desa Meunasah Dayah Kota Lhokseumawe.
3.
Untuk mengetahui hubungan factor jarak kelahirana dengan kecerdasan intelektual siswa SMP sederajat di Desa Meria
Paloh dan Desa Meunasah Dayah Kota Lhokseumawe.
F. Manfaat
Penelitian
Selain memiliki tujuan, penelitian ini juga
memiliki manfaat. Penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan
pengetahuan ilmiah di bidang psikologi pendidikan. Karena penelitian yang baik menurut Sumadi
Suryabrata adalah bisa merangsang orang lain untuk melanjutkan penelitian
(signifikansi ilmiah). Untuk itu, penelitian ini diharapkan menjadi sumber inspirasi bagi para
peneliti lainnya, khususnya di kalangan akademisi. Hasil penelitian ini dapat digeneralisasi secara komprehensif, sehingga
pada gilirannya dapat merumuskan pendidikan keluarga berencana.
BAB II
KERANGKA
TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1.
Genetika
Pada mulanya, ilmu pengatahuan
modern tidak mengetahui bagaimana proses terjadinya makhluk mulia yang baru.
Yang mereka ketahui, ketika suami-istri behubungan, maka akan dapat
menghasilkan anak. Baru abad ke-17, diakui keikutsertaan wanita dalam
pembuahan. Saat itu de Graaf, seorang dokter dari Belanda mengatakan bahwa
wanita menghasilkan sel telur.[13]
Gen (dari bahasa Belanda: gen)
adalah unit pewarisan sifat bagi organisme hidup. Bentuk
fisiknya adalah urutan DNA yang menyandi
suatu protein, polipeptida, atau seuntai RNA yang memiliki fungsi bagi organisme yang memilikinya.
Batasan modern gen adalah suatu lokasi tertentu pada genom yang
berhubungan dengan pewarisan sifat dan dapat dihubungkan dengan fungsi sebagai
regulator (pengendali), sasaran transkripsi,
atau peran-peran fungsional lainnya.
Penggunaan "gen" dalam percakapan sehari-hari (misalnya "gen
cerdas" atau "gen warna rambut") sering kali dimaksudkan untuk alel: pilihan variasi yang tersedia oleh suatu gen. Meskipun ekspresi
alel dapat serupa, orang lebih sering menggunakan istilah alel untuk ekspresi
gen yang secara fenotipik berbeda. Gen
diwariskan oleh satu individu kepada keturunannya melalui suatu proses reproduksi, bersama-sama
dengan DNA yang membawanya. Dengan demikian, informasi yang menjaga keutuhan
bentuk dan fungsi kehidupan suatu organisme dapat terjaga.[14]
Gregor Mendel
telah berspekulasi tentang adanya suatu bahan yang terkait dengan suatu sifat
atau karakter di dalam tubuh suatu individu yang dapat diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Ia
menyebutnya 'faktor'. Oleh Hugo de Vries, konsep yang serupa
ia namakan pangen (baca: "pan-gen") pada buku karangannya Intracellular
Pangenesis (terbit 1889). Belum membaca tulisan Mendel, de Vries
mendefinisikan pangen sebagai "partikel terkecil yang mewakili satu
penciri terwariskan". Wilhelm Johannsen
lalu menyingkatnya sebagai gen dua puluh tahun kemudian. Pada 1910, Thomas Hunt
Morgan menunjukkan bahwa gen terletak di kromosom. Selanjutnya,
terjadi 'perlombaan' seru untuk menemukan substansi yang merupakan gen. Banyak
penghargaan Nobel yang kemudian jatuh pada peneliti yang terlibat dalam subjek
ini.[15]
Pada saat itu DNA sudah
ditemukan dan diketahui hanya berada pada kromosom (1869), tetapi
orang belum menyadari bahwa DNA terkait dengan gen. Melalui penelitian Oswald
Avery terhadap bakteri Pneumococcus
(1943), serta Alfred Hershey dan Martha
Chase (publikasi 1953) dengan virus
bakteriofag T2, barulah orang mengetahui bahwa DNA adalah bahan genetik.
Pada tahun 1940an, George Beadle dan Edward Tatum mengadakan
percobaan dengan Neurospora
crassa. Dari percobaan tersebut, Beadle
dan Tatum dapat menarik hipotesis bahwa gen mengkode enzim, dan mereka menyimpulkan bahwa satu gen menyintesis satu enzim (one
gene-one enzyme theory). Beberapa puluh tahun kemudian, ditemukan bahwa gen
mengkode protein yang tidak
hanya berfungsi sebagai enzim saja, dan beberapa protein tersusun dari dua atau
lebih polipeptida. Dengan adanya penemuan-penemuan tersebut, pendapat Beadle dan
Tatum, one gene-one enzyme theory, telah dimodifikasi menjadi teori satu
gen-satu polipeptida (one gene-one polypetide theory).[16]
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann
Mendel dalam karyanya Percobaan
mengenai Persilangan Tanaman. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
Pertama, hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal
sebagai Hukum Pertama Mendel, dan kedua hukum berpasangan secara bebas (independent
assortment), juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Hukum segregasi (hukum pertama Mendel)
Perbandingan antara B
(warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada
generasi F2. Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga
tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.
2.
ASI dan Kecerdasan Intelektual
Sel-sel otak (neoro) yang
banyaknya 14 milyar sel, tidak bisa tumbuh dan berkembang secara alami saja. Ia
membutuhkan nutrisi. Dan nutrisi yang paling bagus dan paling cocok tiada lain
adalah yang terdapat dalam ASI. Karena ASI sangat sempurna sebagai nutrisi bagi
bayi. Bahkan, “Itulah pemberian Tuhan yang sangat berharga”, kata Jacob
R. Painuran (spesialis anak). ASI mengandung AA (Asam Arakhidonat) termasuk
kelompok omega 6 (enam) yang terbentuk dari Asam Likonat (AL) dan DHA (Asam
Dekosa Heksanoat) kelompok omega 3 (tiga) yang terbentuk dari Asam
Linolenat (ALA) dan nutrisi lain seperti protein, laktose, dan lemak
lainnya yang merupakan zat yang dapat merangsang pertumbuhan otak bayi/anak.
Untuk menunjang pertumbuhan otak bayi/anak, makanan yang mengandung AA &
DHA sebagaimana terdapat dalam ASI sangat diperlukan bagi bayi/anak. Sebab itu
kekurangan nutrisi tersebut dapat menimbulkan hal-hal yang kurang baik bagi
anak dikemudian hari. Dalam perkembangannya otak bayi/anak lebih mengutamakan
zat AA dan DHA dalam bentuk jadi seperti yang terdapat dalam ASI daripada yang
disentesa dari prekusornya. Makanan yang paling bagus dan dapat menunjang
pertumbuhan otak bayi/anak tidak ada selain daripada ASI (yang sehat tentunya)
eksklusif. ASI mengandung zat-zat yang sangat dibutuhkan bayi/anak. Sebab itu
jika ibu menginginkan anaknya cerdas, ASI harus diberikan kepada bayi/anak.
Kalau ASI dan Kecerdasan Otak 4 bayi/anak tidak diberi ASI, jangan diharap
pertumbuhan sel otak bayi/anak akan bagus. Pertumbuhan sel otak bayi/anak usia
0-2 tahun sangat pesat. Periode tersebut para ahli menyebutnya sebagai ‘golden
period / periode emas’, periode yang paling baik dan paling penting
diperhatikan oleh orangtua yang hanya sekali dijumpai seumur hidup manusia.
Apabila nutrisi bayi/anak pada usia tersebut cukup dan sehat, terutama melalui
ASI, maka tingkat lecerdasan bayi/anak akan lebih baik. Makanya ibu-ibu yang
menyusui, agar ASI-nya bagus juga perlu memakan makanan yang bergizi, terhindar
dari penyakit lain. Karena itulah, bayi/anak diberi ASI eksklusif. Yang
dimaksud ASI ekslusif yaitu memberikan ASI pada bayi mulai dari setengah atau
satu jam setelah dia dilahirkan. Bahkan agar lebih sempurna diberikan sampai
bayi berusia dua tahun sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Surah al-Baqarah
(2: 233).[17]
1. Akibat
Kekurangan Nutrisi
Otak manusia yang jumlah selnya
sebanyak 14 milyar tadi menghubungkan dan mengatur serta mengendalikan semua
organ tubuh, mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Kalau itu ibarat
jaringan telepon Telekomsel, betapa maha rumitnya opersionalisasinya. Dan
ternyata itu dimiliki oleh salah satu organ tubuh kita yang umumnya kurang kita
sadari yaitu ‘otak’. Bahkan banyak diantara saudara-saudara kita yang tidak
maupun yang kurang menghargainya dengan cara memakan atau menghisap sabu-sabu,
ganja, narkoba, putau, dan lain-lain yang bisa merusak sistem jaringan syaraf
otak. Akibatnya orangnya teler, tak tahu malu dan tidak penakut, dan asosial.
Pembelahan sel-sel otak membutuhkan zat-zat gizi. ASI berperan penting untuk
pembelahan itu. Kalau dalam pembentukan sel-sel otak yang jumlahnya milyaran
tadi, nutrisi Al Quran & Iptek: Apakah Tidak Kamu Pikirkan? 5 yang
dibutuhkan tak cukup, pertumbuhan otak bayi/anak akan terganggu. Paling umum,
akibat lambatnya pertumbuhan sel otak bayi/anak, kecerdasan bayi/anak akan
berkurang. Jika anak/bayi seusianya sudah bisa berbicara, berjalan misalnya,
anak yang tidak diberi ASI atau kurang ASI belum bisa apaapa, karena fungsi
tubuh diatur di otak.[18]
Apakah ada makanan pengganti ASI?
Penggantinya ada berupa susu sapi, makanan tambahan. Tetapi tidak ada yang
sebaik ASI. Sebab itu dulu jika seorang ibu punya bayi, tetapi tidak bisa
menyusui bayinya karena sakit atau meninggal atau tidak mempunyai ASI, maka
sang bayi dicarikan ‘ibu susuan (surrogete mother)’ yang sekarang
jarang dipraktekkan orang.[19]
Jika ASI ada, tetapi masih kurang,
atau ASI ibunya tidak ada, maka perlu susu tiruan dan makanan tambahan yang
mengandung zat-zat seperti ASI. Yang pasti ASI mengandung AA & DHA seperti
yang sering diiklankan di TV. Bagi bayi yang diberi ASI, bayi tersebut akan
memiliki psikomotorik yang lebih baik daripada bayi yang diberi susu formula.
Kecuali susu formula tersebut dibubuhi pula dengan zat AA dan DHA yang dapat
menunjang perkembangan kognitif dan psikomotorik dan fungsi penglihatannya.[20]
Ingin
memiliki anak Anda yang cerdas? Berikanlah Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir
kepada bayi Anda karena dalam ASI terkandung sejenis nutrisi penting yang
berfungsi untuk belajar dan mengingat lebih baik yang disebut Gangliosida.[21]
Gangliosida
merupakan salah satu komponen dari membran sel manusia, terutama membran sel
saraf dan otak. Untuk mendapat asupan nutrisi gangliosida optimal, bayi memang
sebaiknya mendapat gangliosida dari ASI. Dalam ASI, ada dua jenis gangliosida
yaitu, GD3 (disialogangliosides 3) dan GM3 (monosialogangliosides 3).
Gangliosida
banyak terdapat pada air susu ibu pada enam minggu pertama masa menyusui. Pada
awal menyusui, ASI yang memancar didominasi GD3. Begitu proses menyusui hampir
usai, GM3 mendominasi. "Kadar GD3 pada ASI adalah 2-8 mcg/ml. Sedangkan
GM3 mencapai 2-14 mcg/ml.[22]
Karena
itu, ibu yang baru melahirkan dianjurkan memberikan ASI kepada bayinya,"
ungkap Ines Gulardi MSC dari PT Fonterra Brands Indonesia pada acara media
edukasi bertema Peranan Nutrisi Gangliosida (GA) guna mengoptimalkan hubungan
antar-sel otak pada bayi dan Balita di Denpasar, Senin. Didampingi dr I Gusti
Ayu Trisna Windiani SPA dari bagian Tumbuh Kembang Anak RSUP Sanglah Denpasar,
ia mengatakan, ASI membantu pembentukan hubungan antar-sel otak, membantu
kemampuan belajar dan menyimpan memori.[23]
Ia
menambahkan, selain GA, tumbuh kembangnya bayi juga dipengaruhi oleh stimulan
yang diterima. Oleh sebab itu, orangtua diharapkan dapat menstimulasi anak
dengan kasih sayang, berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Gangliosida
yang terdapat dalam ASI itu juga terkandung dalam susu sapi dan sumber makanan
lainnya yang bisa dikonsumsi manusia secara aman.
Namun
begitu, ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. Selain alami, kualitas
dan kandungan nutrisinya tidak tertandingi oleh susu formula terutama bagi
pertumbuhan bayi secara maksimal. Untuk itu, jika seorang ibu tidak dapat
menyusui bayinya disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli
kesehatan, ujar Ines Gulardi.
“Dialah Yang
menciptakan kamu dari diri yang satu dan
daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.
Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan
teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat,
keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata:
"Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami
termasuk orang-orang yang bersyukur". Al-A’raf (7: 189)
Anak yang sempurna itu tentu bukan
saja persoalan fisik, tetapi termasuk juga persoalan psikologis. Aspek
psikologis yang sangat diharapkan sempurna itu adalah otak. Maka salah satu
cara menyempurnakan potensi otak adalah pemberian ASI.
ASI (Air Susu Ibu). Salah satu
program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM)
Indonesia adalah dengan digalakkannya pemakaian ASI oleh para ibu untuk
bayinya. Secara khusus dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan bayi dan
menurunkan tingkat kematian ibu serta program keluarga berencana. Bayi yang
mendapat asupan ASI secara umum akan lebih sehat jika dibandingkan dengan bayi
yang mendapatkan asupan susu buatan. Sebaik-baik susu buatan, tidaklah sebaik
ASI. Adanya program ini maka kita teringat kepada kalam Ilahi dalam surah Al Baqarah
[(2:233).[24]
Apa yang menarik dari informasi ini?
Nabi yang juga adalah Rasulullah Saw bukanlah seorang dokter spesialis anak
atau ahli kandungan (genekolog). Beliau tidak bisa tulis baca. Tetapi
bercerita tentang menyusui bayi. Ayat ini telah dikumandangkan sejak 15 abad
yang silam. Kalau seandainya apa yang tertuang dalam ayat di atas tidak berasal
dari Allah swt, apakah Muhammad saw akan mengetahui atau mengerti masalah bayi?
Afala ta’qiluun “Apakah kamu tidak berfikir?” Tentu tak mungkin.
Informasi atau perintah tersebut pasti datang dari Allah swt. Mengapa Allah swt
memfirmankan agar para ibu menyusui bayi mereka sampai dua tahun adalah untuk
menyempurnakan perkembangan otak bayi bagi yang ingin menyempurnakan pemberian
ASI-nya.[25]
Dua tahun cukup untuk menjarangkan
anak yang bisa mendukung program KB. Pemberian ASI kepada bayi menurut pendapat
kita mungkin masalah kecil. Kan cukup diserahkan saja pengaturannya kepada
manusia itu sendiri. Tidak perlu campur tangan Allah swt. Tetapi Allah swt
mengingatkan kepada manusia bahwa pemberian ASI kepada bayi bukanlah masalah
kecil. Ia adalah masalah besar (penting). Karena ASI merupakan sumber
kecerdasan otak anak atau otak manusia. Kalau seandainya pemberian ASI ini
tidak penting bagi manusia, tentu Allah swt tidak akan memfirmankannya di dalam
Al Qur’an. Ternyata apa yang difirmankan itu sesuai dengan ilmu pengetahuan
bidang kesehatan, dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM) atau kualitas
manusia. Pada ASI terletak kecerdasan otak bayi setelah dewasa. Bayi/anak pada
usia dua tahun tersebut perkembangan otaknya telah hampir sempurna.[26]
Sesudah
dua tahun, maka pertumbuhan otak manusia sudah mencaai 95%. Hanya 5% lagi sisa
pertumbuhan otak manusia di atas dua tahun. Jika demikian, maka beruntunglah
ibu-ibu yang telah memberi ASI pada anaknya dan tentu harus menyesal ibu yang
ASInya keluar, tetapi tidak dipersembahkan dengan ikhlas kepada anaknya.
3.
Jarak Kelahiran
Ada
ungkapan orang-orang terdahulu bahwa “banyak anak, banyak rezeki”. Jika
diyakini oleh masyarakat tentang ungkapan itu, maka dapat dipahami kenapa
orang-orang dulu memiliki anak banyak-banyak. Fenomena banyak anak ini tidak
jarang menambah angka kemiskinan negara, sekaligus dapat memperburuk kualitas
pendidikan generasi bangsa.
Melihat
kenyataan itu, negara membuat program Keluarga Berencana (KB) dengan konsep
“dua anak cukup baik laki-laki maupun perempuan”. Program itu diyakini
pemerintah dapat menghambat tingkat kelahiran, sehingga memperkecil tingkat
perkembangan jumlah penduduk.
Program Keluarga Berencana bagi sebagian agamawan Muslim justru
melanggar hak asasi manusia untuk berkembang biak. Kaum agamawan yang banyak
terjun langsung ke masyarakat itu sangat mempengaruhi pemikiran masyarakat,
sehingga tidak heran, jika program Keluarga Berencana dianggap kurang berhasil.
B.
Hasil
Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan
obyek penelitian ini, di antaranya, Abdul Rahman al-Nahlawi dalam penelitian
Disertasinya di Universitas al-Azhar Mesir tahun 1981 yang berjudul al-Wiratsiyah
fi Numu’i al-Aulad. Selain itu, Disertasi Abu Hayyan al-Biqa’i di Universitas Ummul
Qura Mekah tahun 1988 yang berjudul al-Taqarubi fi al-Tarbiyah al-Islamiyah.
Disertasi Syamsuddin al-Bagdadi di Universitas al-Madinah
al-Munawarah Madinah tahun 1992 yang berjudul al-Tarbiyah al-Auladi fi
al-Arham. Disertasi Basri al-Qahthani di Universitas Ibn Su’ud di
Riyadh tahun 1995 yang berjudul al-Tarbiyah al-Mu’asirah fi Tarbiyah
al-Aulad. Penelitian Disertasi Akmansyah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2008 yang berjudul Konsep Pembelajaran Anak dalam
Kandungan. Disertasi Muhajirin di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2009 yang berjudul. Pengaruh Air Susu Ibu
Terhadap Kecerdasan Intelektual Anak.
Di antara hasil
penelitian para sarjana muslim di atas dapat diuraikan secara singkat berikut
ini:
1.
Abdul Rahman al-Nahlawi menemukan masa kandungan adalah
masa yang sangat potensial untuk memperhatikan masa depan generasi khair
al-ummah karena sikap intelektual, religiusitas, emosional lingkungan sekitar
dan lebih khusus ibu yang mengandung dapat mempengaruhi segenap potensi
kecerdasan anak. Pada saat masa kandungan, khususnya setelah berumur 120 hari,
hendaknya seorang ibu menjadi orang yang ideal karena ia sedang menjadi guru
bagi janin dan bayi dalam kandungannya.[27]
2.
Abu Hayyan al-Biqa’i menyimpulkan bahwa sekalipun
pendidikan itu perlu, tetapi ia tidak bermakna apa-apa jika seorang anak tidak
memiliki potensi alamiah yang diwariskan semasa dalam kandungan dan masa
menyusui. Potensi-potensi bawaan manusia itu akan menjadi aktus, jika ia
menemukan maidan dan waktunya yang cocok.[28]
3.
Abu Hayyan
al-Biqa’i menyimpulkan bahwa pendidikan dalam kandungan hendaknya menjadi
prioritas dari orang tua, karena kasih sayang itu akan diukur dari sejauhmana
kita mempersiapkan pendidikan anak. Minimnya keyakinan orang terhadap
pendidikan anak dalam kandungan karena faktor transendensitas akal untuk
menjangkau hal-hal yang abstrak.[29]
4.
Abu Hayyan
al-Biqa’i menyimpulkan bahwa mendidikan anak dalam kandungan hendaknya
distimulus dengan musik-musik klasik dan bukan musik-musik yang “menghibur
telinga”. Memperdengarkan musik-musik yang keras tidak bisa merekam
kebaikan-kebaikan bagi bayi dalam kandungan.[30]
5.
Akmansyah menyimpulakan bahwa mengajari anak dalam
kandungan harus memperhatikan konsep umur manusia. Hal itu bisa dipahami secara
analogis membedakan materi, kurikulum, dan metoda dalam mengajar murid SD,
siswa SMP dan SMA, juga mahasiswa. Untuk itu mengajar anak dalam kandungan
hendaknya dengan cara pelan-pelan dalam penyampaian, penuh kasih sayang dan
cinta. Selain itu, kurikulum dasarnya hendaknya persoalan tauhid, syariat, dan
akhlak. Pada masa kandungan, secara khsusus ibu yang mengandung senantiasa
dalam keadaan terjaga dan tidak sedang menjadi guru bagi bayinya. Untuk itu,
hendaknya sang ibu jika terpakasa hendaknya bisa “berakting” menjadi orang yang
ideal dalam segala hal selama lima bulan.[31]
6.
Muhajirin menyimpulkan bahwa air susu ibu masih belum
tertandingi nutrisi bagi bayi sejak umur 0-2 tahun. Setelah umur anak dua
tahun, air susu ibu tidak lagi bernutrisi tinggi baginya, tetapi ASI itu
sendiri tetap bernutrisi tinggi, sehinggi jika seorang ibu yang telah menyusui
anaknya dua tahun dan kemudian menyusui anak orang lain karena faktor air susu
ibu kandungnya tidak produktif, maka air susu ibu susuan itu tetap bernutrisi
tinggi. Selain itu, potensi kecerdasan otak bayi yang mengkonsumsi ASI jauh
lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak mengkonsumsi ASI. Perbandingan
itu dialakukan dari sumber yang sama. Artinya, jika ada dua anak si A, yang
satu diberikan ASI yang lainnya tidak, maka yang diberikan ASI menurut
penelitian empiris, anak yang diberikan ASI lebih cerdas, jika potensi itu bisa
berubah menjadi aktus. Cara membandingkan yang keliru, membandingnya anak si A
yang diberikan ASI dan anak si B yang tidak diberikan ASI. Hal itu tidak tepat
secara metodologis karena sumbernya tidak sama.[32]
Menurut Arfian, dokter spesialis anak yang
dikutip oleh Martoyo mengatakan bahwa untuk
tujuan kesehatan janin dan bayi dalam kandungan diperlukan
pemeriksaan
Antenatal yang baik dan teratur, Pengaturan pola makan dan Nutrisi yang baik,
termasuk suplemen., Persiapan ‘ Psikososial’ dan Lingkungan yang baik, serta
Olah Raga/ Latihan yang teratur.
Pemeriksaan Antenatal ini idealnya dilakukan
pada usia kehamilan : 0 – 28 minggu, Tiap 4 Minggu. 28 –
36 minggu, Tiap 2 minggu, dan 36 – 40 minggu,
Tiap 1 Minggu.[33]
Selama dalam
kandungan, tidak ada istilah “bawaan bayi”, itu mitos saja. Yang benar, si ibu
yang mengandung justru yang mempengaruhi anak. Dengan demikian, “ingidam” itu
mitos. Jadi sebenarnya semenjak dalam kandungan, janin
dapat terpengaruh oleh emosional dan lingkungannya, termasuk pendidikan
dari lingkungan orang tuanya, khususnya ibunya.[34]
Sementara dengan selalu
menyayangi janin mulai masa konsepsi sebenarnya mempengaruhi
tumbuh kembang janin itu sendiri. Misalnya seorang ibu yang sering stress, marah, cemberut,
cemburu, bertengkar, bersuara gaduh, dan sebagainya akan menyebabkan
perubahan hormonal pada dirinya yang akan mempengaruhi janin dan bayi dalam
kandungan. Seorang wanita hamil seharusnya tenang dan selalu “ berpikir damai “, Mendengarkan alunan
nada-nada religius, musik yang indah ( Efek Mozart ),
Menghindari stres. Bersama-sama suami
membelai-belai perut, kalau perlu membuat percakapan-percakapan yang
menunjukkan kasih sayang kepada calon bayi, Coba untuk selalu memaafkan, dan
lepaskan rasa amarah dan ketidaknyamanan.[35]
Menurut penelitian ilmiah di akhir-akhir ini,
anak-anak dapat dididik sejak masih dalam kandungan, karena selama dalam
kandungan, otak dan indra pendengaran anak sudah mulai berkembang. Sementara
yang mempengaruhi otak dan indera pendengaran bayi di dalam kandungan antara
lain emosi dan kejiwaan ibu, rangsangan suara yang terjadi di sekitar ibu, juga
nutrisi yang ibu konsumsi. Hal tersebut
dapat terlihat setelah dilahirkan, atau ketika ia tumbuh besar.[36]
Ada delapan prinsip pendidikan dalam kandungan
menurut F. Rene Van de Carr, yaitu: prinsip kerja sama, prinsip ikatan cinta
kasih pra, prinsip stimulasi, prinsip kesadaran, prinsip kecerdasan, prinsip
pembiasaan perbuatan-perbuatan baik, prinsip melibatkan kakak-kakak dan
saudara-saudara sang bayi, dan prinsip peran penting ayah dalam masa kehamilan.[37]
Ditambahkan oleh Karyono bahwa sejak umur
kandungan 120 hari tersebut sebagaimana
dalam quran, sudah lengkap jasmani dan rohaninya. Oleh karena itu bisa dididik.
Maka sangat bagus bayi diajari oleh
bapak, karena anak paling senang dengan suara bapaknya. "Caranya,
bisa saja si bapak membisikkan ke perut isterinya, lebih bagus kalau si bapak
membaca ayat-ayat Quran.[38]
Umur dua tahun disebut dalam psikologi the
golder years karena sampai saat itulah berhenti pewarisan potensi-potensi,
termasuk potensi intelektual terhadap anak. Untuk itulah ASI dikatakan oleh
Allah cukup dua tahun.[39]
Efek positif air susu ibu terhadap kecerdasan
intelektual anak belum begitu kelihatan pada umur-umur balita. Efek dari ASI
sebagaimana dikemukakan oleh Daily Mail, dirasakan ketika mulai memasuki
dunia sekolah atau umur lima sampai 14 tahun. Anak-anak yang mendapat asupan ASI memiliki kemampuan
belajar lebih baik, termasuk membaca, menulis, dan memahami matematika.[40]
Penelitian yang dilakukan di Oxford University dan Institut Riset Sosial dan
Ekonomi di Universitas Essex yang melibatkan 10.000 responden anak menyimpulkan
bahwa anak yang mengonsumsi ASI, memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan yang
hanya mengonsumsi susu formula setelah kelahiran. Anak-anak yang mengonsumsi
ASI, menurut penelitian itu, secara konsisten juga lebih baik dalam mengikuti
pelajaran membaca, menulis, dan matematika di sekolah dasar dan menengah.[41]
C. Kerangka Berpikir
Jika dibuat
dalam suatu kerangka konsep, maka akan terlihat hubungan sebagai berikut:
NO
|
Variabel
|
Indikator
|
1
|
Faktor Genetika (X)
|
1.
Prestasi
orang tua saat sekolah
2.
Prestasi
Kakek-Nenek dari pihak bapak saat sekolah
3.
Prestasi
Kakek-Nenek dari pihak ibu saat sekolah
4.
Prestasi
saudara kandung bapak saat sekolah
5.
Prestasi
saudara kandung bapak saat sekolah
|
2
|
Faktor Mengkonsumsi ASI (X)
|
1.
Mengkonsumis
ASI minimal 4 bulan
2.
Mengkonsumsi
ASI 5-12 bulan
3.
Mengkonsumsi
ASI 13-24 bulan
|
3
|
Faktor Jarak Kelahiran (X)
|
1.
11,10
bulan
2.
12-30
bulan
3.
31-32
bulan
4.
33
bulan
5.
Lebih
dari 33 bulan
|
4
|
Kecerdasan Intelektual (Y)
|
Prestasi akademik siswa
|
Genetika:
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
- Semakin cerdas
factor genetika siswa SMP sederajat di Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah
Dayah Kota Lhokseumawe, maka semakin cerdas intelektual mereka.
- Semakin lama siswa
SMP sederajat di Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah Dayah Kota
Lhokseumawe, maka semakin cerdas intelektual mereka.
- Jika jarak
kelahiran siswa SMP sederajat di Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah Dayah
Kota Lhokseumawe tidak mengganggu perkembangan janin dan menyusui, maka
kecerdasan anak semakin baik.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan di Desa Meria Paloh dan Desa Meunasah Dayah Kecamatan
Muara Saru Kota Lhokseumawe. Lokasi ini dipilih karena peneliti telah lama
kenal masyarakatnya sejak tahun 2003 sampai sekarang. Penelitian ini direncakan
berlangsung sejak Maret-September 2012.
B. Metode Penelitian
Ketika berbicara metode penelitian terkadang
ada yang menyamakannya dengan teknik pengumpulan data seperti S. Nasution,
tetapi melihat format penelitian ini yang memuat secara khusus teknik
pengumpulan data, maka secara logis bukan itu yang dimaksud.
Para ahli ada yang menulis metode penelitian
yang terdiri dari metode deskriptif, metode ex-postfacto, metode eksperimen,
metode sejarah, metode studi kasus, dan sebagainya. Untuk, penulis akan
mengikuti pendapat tersebut.
Yang pasti penelitian ini tidak menggunakan
metode eksperimen karena tidak menggunakan perlakuan dengan memanipulasi
variable Xnya. Karena variable X dan Y
telah terjadi untuk itu penelitian ini boleh disebut menggunakan penelitian
ex-postfacto. Penelitian ini melacak kembali apa yang menjadi factor
kecerdasan intelektual siswa SMP sederajat di Desa Meria Paloh dan Desa
Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Lhokseumawe dan bagaimana pola hubungan
factor genetika, mengkonsumsi ASI, dan jarak kelahiran dengan kecerdasan
intelektual mereka. Karena penelitian yang demikian ini juga menurut
sebagian ahli tetap menggambarkan sesuatu, untuk itu mereka ada yang
menyebutkan penelitian semacam ini dengan penelitian deskriptip.[42]
C.
Populasi
dan Sampel Penelitian
Menurut Burhan Bungin populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum)
dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara,
segala, nilai, paristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-obejk ini
dapat menjadi sumber data penelitian.[43] Berdasarkan
hasil observasi saya ke kantor Kepada Desa Meria Paloh, jumlah siswa SMP
sederajat di desa itu berjumlah 72 orang. Sementara menurut Kepada Desa
Meunasah Dayah, Tgk. Zainal, S.Pd.I, jumlah siswa SMP sederajat di desa itu
sebanyak 105. Untuk it, jumlah populasi penelitian ini sebanyak 177 orang.
Karena terlalu banyaknya populasi maka perlu diadakan teknik pengambilan
sampel dengan menggunkan cara penarikan sample dari populasi. Banyak memang
metode pengambilan sampel penelitian. Untuk itu penulis menggunakan salah satu
teknik sampling telah sering digunakan oleh banyak orang deng menggunakan sampling
random (random sampling), dengan penentuan besar sampelnya berdasarkan
pendapat Suharsimi Arikunto yang mengatakan bahwa jika jumlah populasinya lebih
dari 100 maka dapat diambil 15% dari populasi.[44]
Dengan demikian, sampelnya, 26, 55 dan
digenabakan 27 orang.
D. Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Correlation Studies, rancangan ini sangat sederhana, dua skor dikumpulkan,
satu set untuk satu variabel yang dicakup dalam penelitian dihubungkan dengan
variabel lainnya. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan antar
varibel.[45]
E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Ada beberapa istilah yang harus dijelaskan dalam penelitian ini untuk
kepentingan operasional, yaitu: genetika, mengkonsumsi ASI, Jarak Kelahiran, dan Kecerdsan
intelektual.
Genetika yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah factor keturunan darimana asal-usul subyek
penelitian dilahirkan dan masih ada hubungannya dengan asal usul itu. Mereka
itu adalah orang tua, kakek-nenek dari pihak bapak dan ibu, serta saudara
kandung ibu dan bapak.
Mengkonsumi ASI
maksudnya dalam penelitian ini subyek penelitian semasa bali, umur dua tahun
kelahiran ia mendapatkan Air Susu Ibu dari ibu kandungnya. Mereka yang
mendapatkan ASI selain dari ibu kandung tidak tidak menjadi focus penelitian ini.
Jarak kelahiran
yang dimaksud dalam penelitian ini, berapa bulan atau tahun jarak subyek
penelitian dengan abang atau kakak mereka jika ada dan berapa bulan atau tahun
jarak subyek penelitian dengan adik mereka.
Kecerdasan intelektual dalam penelitian ini hanya dibatasi dari aspek kognitif saja. Sementara aspek afektif
dan psikomotorik tidak menjadi focus penelitian ini.
F.
Teknik
Pengumpulan Data
a. Angket
Untuk mengumpulkan data variable X1, X2, dan X3, penelitian menggunakan
angket yang disebarkan kepada 27 subyek penelitian. Dalam menjawab soal angket,
tentu subyek tidak langsung bisa menjawab, tetapi mereka akan mencari informasi
dari keluarga dekat mereka, khususnya orang tua.
b. Dokumentasi
Untuk mengumpulakan data variable Y, penulis menggunakan teknik dokumentasi
dengan meminta informasi dari sekolah tempat dimana subyek bersekolah. Dokumen
yang penulis cari adalah prestasi akademik mereka selama semester ganjil tahun
pelajaran 2011-2012, berupa raport.
G. Teknis Analisis Data
Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga tahap utama:
- Persiapan:
mengecek nama, isian, dan macam data.
- Tabulasi : memberi
skor, memberi kode, mengubah jenis data, dan coding dalam coding form.
- Penerapan data
sesuai dengan pendekatan penelitian:
- Penelitian ex-posfacto
: presentase dan komparasi dengan criteria yang telah ditentukan
- Penelitian
komparasi: dengan berbagai teknik korelasi sesuai dengan jenis data.
Namun oleh karena data yang dikumpulkan baru data mentah, maka sebelum di
analisis, data mentah tersebut diolah lebih dahulu sebelum dianalisis dengan
tehnik analisis tertentu. Dan secara umum teknik analisa data untuk kuantitatif
menggunakan metode statistic, dan agar mudah biasanya di bantu oleh program
komputer, seperti SPSS, SPS, Minitab, MS exel, dll. Terdapat dua macam
statistik yang digunakan untuk analisa data dalam penelitian, yaitu: statistik
deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik
parametris dan statistik non parametris. Dalam penelitian ini, menggunakan statistik
inferensia dan juga deskriptif, karena kedua- duanya sangat membantu dalam
penelitian ini.
Bila persyaratan penggunaan teknik analisis statistik benar, maka hasilnya
dapat digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis atau untuk menolak atau
menerima teori yang diujinya. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan akhir
penelitian kuantitatif ialah untuk menguji teori. Oleh karena itu, lengkapnya
data yang dikumpulkan dari uji validitas dan uji reliabilitas merupakan
criteria mutu hasil penelitian. Sebab, data yang tidak valid dan tidak reliable
berarti data itu salah dan tidak dapat dipercaya, sehingga kalau data itu dianalisis,
hasilnya juga akan salah.
DAFTAR PUSTAKA
Akmansyah. Konsep Pembelajaran
Anak dalam Kandungan. Disertasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Al-Anbari, Hasyim. Menahan
Kebiasan Buruk Selama Hamil. Terjemahan Kusdian. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Al-Khalili, Muhammad Ali. Qamus al-Tarbiyah. Bairut: Darul al’Ilmi li al-Malayin, 1981.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Cet.XI.
Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Azizi, Bisyran. Qauluna fi al-Nasb. Beirut:
Dar al-Fikr, 1991.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif:
Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta:
Kencana, 2006.
Chalin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan Kartini
Kartono. Cet. IX. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Fathurrahman, Arif. Berbuatlah Sebelum Menyesal. Jakarta: Gramedia, 2010.
Gibran. ASI
Pilihan Orang Cerdas. Jakarta: Sinar Jaya, 2009.
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak. Terjemahan Meitasari
Tjandrasa dan Muslichah Zarkasyi. Jakarta: Airlangga, 1978.
Ismail, Harapan.
Darah Dagingku Cerdas. Jakarta: Erlangga 2004
Jalal, Abdul Hamid. Merumuskan Teori
Genetika Islam. Tangerang: Indier Publishing, 2010.
Kamal, Fathurrahman.
Ibu Sehat Anak Cerdas. Yogyakarta: Bersama Press, 2009.
Khalil, Irfan.
Sudahkan Siap Anda Menyusui. Tangerang: Indier Publishing, 2011.
LN, Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000.
Martoyo.Mempersiapkan Mutu Generasi
Bangsa Sejak Dini. (Jakarta: Kanisius, 2009.
Maulana,
Firman. Kibarkan Semangat Menyusui. Yogyakarta: Bersama Press, 2008.
Muhajirin. Pengaruh Air Susu Ibu
Terhadap Kecerdasan Intelektual Anak. Disertasi. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2009.
Nasution, Andi Hakim. Pengantar ke Filsafat
Sains. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1989.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Cet. X. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2003.
Puwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.
Rahman, Fidau. Masa Pembentukan Anak. Terjemahan Ashof. Bekasi: Fima Rodheta, 2010.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. Jilid II. Cairo: al-Manar, 1327 H.
Sakib, Ghalib. Cinta Anak Menjaga Kesehatan.
Jakarta: Fima Rodheta, 2009.
Stuil, George. Anak-Anak Berbakat. Terjemahan Tantawi. Jakarta: Gramedia, 2010.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan:
Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksar, 2003.
Suriasumantri, Jujun. Filsafat
Ilmu. Cet.
XVIII. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Cet. XIII. Jakarta: RajGrafindo
Persada, 2004.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Cet.X. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.
Tsaqafi, Husein Azhari. Ibu Cerdas dan Anak Bangga. Terjemahan Ahsin Mohammad. Tangerang: Indie
Publishing, 2007.
Yuswianto. “Metodologi
Penelitian.” Buku Ajar, Fakultas Tarbiyah UIN Malang 2002.
PROPOSAL PENELITIAN
KUANTITATIF
HUBUNGAN FAKTOR
GENETIKA, MENGKONSUMSI ASI, DAN JARAK KELAHIRAN DENGAN KECERDASAN INTELEKTUAL
ANAK
Diajukan sebagai tugas
Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif di Semester Ganjil Tahun Akademik
2011-2012 Program Doktor Pendidikan
Islam IAIN Sumatera Utara dibawah bimbingan: Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea,
M.Pd.
Oleh:
Nama : Sehat
Sultoni Dalimunthe
NIM : 3112232
Program/Prodi : Doktor/ Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
TAHUN AKADEMIK 2011-2012
DAFTAR ISI PENELITIAN
Hal.
BAB I------ PENDAHULUAN------------------------------------------------------- 1
A.
Latar Belakang
Masalah------------------------------------------ 1
B.
Identifikasi
Masalah---------------------------------------------- 4
C.
Pembatasan
Masalah--------------------------------------------- 6
D.
Perumusan
Masalah ---------------------------------------------- 6
E.
Tujuan
Penelitian ------------------------------------------------ 7
F.
Manfaat
Penelitian----------------------------------------------- 7
BAB II KERANGKA
TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 9
A.
Deskripsi
Teoritis------------------------------------------------- 9
B.
Hasil Penelitian
Yang Relevan----------------------------------- 19
C.
Kerangka
Berpikir------------------------------------------------ 25
D.
Pengajuan
Hipotesis -------------------------------------- 26
BAB III--- METODOLOGI PENELITIAN------------------------------------- 27
A.
Tempat dan
Waktu Penelitian------------------------------------ 27
B.
Metode
Penelitian------------------------------------------------ 27
C.
Populasi dan
Sampel Penelitian---------------------------------- 28
D.
Desain
Penelitian ------------------------------------------------ 29
E.
Defenisi
Operasional Variabel Penelitian------------------------ 29
F.
Teknik
Pengumpulan Data--------------------------------------- 30
G.
Analisis Data ---------------------------------------------------- 30
DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------------- 33
Catatan
Presentasi Proposal Penelitian
1.
Rumusan Masalah dan Hipotesis 4
yang keempat Hubungan X1,X2,X3 terhadap Y
2.
Menguji Y Kecerdasan Intelektual dengan Test IQ
3.
Apa bisa menguji X1 (genetika) dengan prestasi akademik di sekolah.
Menejemen Pembelajar
dan pengasan materi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
[1]
Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu,
Cet. XVIII, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2005), hal. 95
[2]
Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan, Cet.X, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 43-44
[3]
Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, Cet. XIII, (Jakarta: RajGrafindo Persada, 2004), hal. 177
[4]
Muhammad Ali al-Khaili, Qamus
al-Tarbiyah, (Bairut: Darul al’Ilmi li al-Malayin, 1981), hal. 313
[6]
Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, Cet. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 25-26
[7]
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap
Psikologi, Diterjemahkan Kartini Kartono, Cet. IX, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2004), hal. 206
[8] Ibid,
hal. 225. Ada juga yang berpendapat bahwa hereditas mencakup pembawaan fisik
dan psikis individu yang diwariskan oleh orang tuanya sejak masa konsepsi. Baca
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 31
[9]
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir
al-Manar, Jilid II, (Cairo: al-Manar, 1327 H), hal. 410-411
[10]
Andi Hakim Nasution, Pengantar ke
Filsafat Sains, (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1989), hal. 10-11
[11]
George Stuil, Anak-Anak Berbakat,
Terjemahan Tantawi, (Jakarta: Gramedia, 2010), hal. 51
[12]
Cik Hasan Bisri, Penuntun
Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi,Cet. II, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal.32
[13] Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak,
Terjemahan Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasyi, (Jakarta: Airlangga,
1978), hal. 52
[14] Abdul
Hamid Jalal, Merumuskan Teori Genetika Islam, (Tangerang: Indier Publishing,
2010), hal. 14
[15] Ibid,
hal. 16
[16] Bisyran
Azizi, Qauluna fi al-Nasb, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), hal. 65
[17] Harapan
Ismail, Darah Dagingku Cerdas...., hal. 91
[18] Ibid,
hal. 98
[19] Gibran,
ASI Pilihan Orang Cerdas, (Jakarta: Sinar Jaya, 2009), hal. 48
[20] Ibid
[21] Firman
Maulana, Kibarkan Semangat Menyusui, (Yogyakarta: Bersama Press, 2008),
hal. 86
[22] Ibid
[23] Ibid,
hal. 95
[24]
Fathurrahman Kamal, Ibu Sehat Anak Cerdas, (Yogyakarta: Bersama Press,
2009), hal. 89
[25] Ibid,
hal. 96
[26] Irfan
Khalil, Sudahkan Siap Anda Menyusui, (Tangerang: Indier Publishing,
2011), hal. 7
[27]
Husein Azhari Tsaqafi, Ibu Cerdas
dan Anak Bangga, Terjemahan Ahsin Mohammad, (Tangerang: Indie Publishing,
2007), hal. 13
[31] Akmansyah, Konsep Pembelajaran
Anak dalam Kandungan, Disertasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008),
hal. 234 Dikatakan lima bulan karena Akmansyah berpendapat sama dengan
orang-orang yang mengatakan bahwa pendidikan anak dalam kandungan sejak umurnya
4 bulan. Jika lahirnya 9 bulan, maka bayi dalam kandungan belajar dalam
kandungan 5 bulan.
[32]
Muhajirin, Pengaruh Air Susu Ibu
Terhadap Kecerdasan Intelektual Anak, Disertasi, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2009), hal. 203.
[33]
Martoyo, Mempersiapkan Mutu
Generasi Bangsa Sejak Dini, (Jakarta: Kanisius, 2009), hal. 5
[35]
Hasyim al-Anbari, Menahan
Kebiasan Buruk Selama Hamil, Terjemahan Kusdian, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), hal. 65
[37]
Fidau al-Rahman, Masa Pembentukan
Anak, Terjemahan Ashof, (Bekasi: Fima Rodheta, 2010), hal. 18
[39]
Arif Fathurrahman, Berbuatlah
Sebelum Menyesal, (Jakarta: Gramedia, 2010), hal. 87
[42]
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya, (Jakarta:
Bumi Aksar, 2003), hal. 165-166
[43] Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif:
Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya.
(Jakarta: Kencana, 2006). hal. 100
[45] Yuswianto. “Metodologi Penelitian.” Buku Ajar,
Fakultas Tarbiyah UIN Malang 2002. hal. 23-26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar