Senin, 31 Maret 2014

Paradigma Baru dalam Melihat Tasauf

Kuliah Keempat Tasauf
Paradigma Baru dalam Melihat Tasauf
Sehat Sultoni Dalimunthe
1-4-2014

Tasauf pada mulanya dipandang para ilmuan, khususnya para saintis sebagai disiplin ilmu yang irrasional Artinya, tidak masuk akal. Sesuatu yang tidak masuk akal pada mulanya dianggap rendah secara ilmiah. Sesuatu yang bertentangan dengan akal itu dianggap rendah dan tidak benar.
Kalau seseorang yang tinggal di Lhokseumawe mengatakan bahwa ia shalat Jum’at di Mesjidil Haram dan pada hari yang sama dan tanggal yang sama ia Shalat Ashar di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Logika manusia normal akan mengatakan bahwa berita itu tidak mengandung kebenaran atau itu suatu kebohongan atau orang yang menyampaikan itu adalah orang gila dan sekian sebutan yang mengatakan itu tidak masuk di akal normal manusia. Nilai berita itu sebanding dengan mengatakan ”ada pohon pepaya berbuah mangga”. Bagi mereka yang mengetahui bahwa pohon pepaya adalah berbuah pepaya dan tidak pernah berbuah yang lainnya seperti buah mangga, maka ia akan mengatakan proposisi itu tidak benar atau proposisi itu mengada-ngada atau proposisi itu tidak perlu ditanggapi. Karena selama ini, ia tidak pernah melihat hal itu. Sesuatu yang tidak pernah ia lihat, maka ia nilai salah. Bukankah masih banyak yang tidak pernah kita lihat dan itu ternyata benar?
Yang tidak pernah dilihat bukan berarti tidak benar bukan? Pernahkah kita melihat akal, hati, dan nafsu manusia? itu tidak pernah kita lihat, hanya saja sering kita baca dan sering dibicarakan, sehingga kita pun yakin bahwa hal itu ada pada diri manusia. Siapa yang berani mengingkari adanya ruh? sedangkan ruh itu tidak pernah kelihatan, tapi itu diyakini ada oleh manusia yang normal.
Begitulah paradigma lama para siantis melihat tasauf, sesuatu yang rendah dan bahkan tidak bernilai kebenaran, sehingga orang yang bertasauf itu ”dianggap sebelah mata”.
Sealur dengan perkembangan tasauf yang awalnya dianggap rendahan pada gilirannya ternyata dinilai terbalik bahwa tasauf itu adalah disiplin ilmu yang membutuhkan tingkat rasionalitas yang tinggi, sehingga akal manusia saja tidak akan sampai menembus pemahamannya. Bagaimana kisah di atas, seseorang yang tinggal di Lhokseumawe dapat shalat Jum’at di Mesjidil haram, pada hari dan tanggal yang sama ia shalat Ashar di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Ternyata proposisi itu harus lagi ditafsirkan dengan nomenklatur tasauf tentang alam ruh.
Untuk menjelaskan alam ruh, secara sederhana, bisa dijelaskan bahwa seorang mahasiswi yang baru tiga hari menikah mengikuti kuliah di STAIN. Pada saat berjalan perkuliahan di ruang belajar, ternyata fisik dari mahasiswa itu jelas dilihat hadir. Ternyata akal pikirannya, hati, dan nafsunya masih ada di rumah. Seakan2 akal, hati, dan nafsurnya mengatakan, ”lama kali kuliah ini, saya ingin cepat2 pulang agar ketemu dengan suamiku tercinta yang ganteng dan baik hati. Belaiannya tadi malam sangat mengesankan. Aku ingin berlama2 dengnnya, dsb”. Analogi itu dapat memahami gambaran alam ruh orang yang mengatakan shalat Jum’at di Mesjidil Haram dan shalat Ashar di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe, Ruhnya atau jiwanya bisa jadi shlat Jum’at di Mesjidil Haram, sedangkan jasadnya tetap shalat Jum’at di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Meskipun ia shalat Jum’at di Baitul Rahman Lhokseumawe, tapi jiwanya hadir di Mesjidil Haram. Begitu ia shlat Ashar di Mesjid Baitul Rahman pada hari dan tanggal yang sama, ternyata jiwanya pun tetap shalat di tempat itu dan tidak di Mesjid Bairul Rahman. Analogi seperti ini dapat diterima oleh akal karena kita bisa mengalaminya.
Kemungkinan lain bisa juga terjadi bahwa jasad dan ruhnya memang shalat Jum’at di Mesjidil Haram dengan kekuasaan dan kehendak Allah, sementara pada hari dan tanggal yang sama ia sudah shalat Ashar di Mesjid Baitul Rahman Lhokseumawe. Itu tidak masuk akal bukan, tapi Allah pasti mampu melakukannya karena Ia Maha Kuasa dan kuasa melakukan apa saja, tanpa kecuali, termasuk kuasa membuat matahari terbit dari Barat dan terbenam di Timur.
Untuk itu, sekarang ini tasauf dipandang sebagai disiplin ilmu yang menggunakan pendekatan suprarasional atau supralogis, dimana kemampuan akal yang tinggi, hingga mendekati akal kehendak Allah. Bertasauf sekarang ini menuntut ketinggian logika. Orang yang kemampuan logikanya tidak bagus, maka logika tasaufnya dengan sendirinya akan rendah. Untuk itulah program studi filsafat di Perguruan Tinggi Islam dengan sendirinya mempelajari tasauf itu sendiri. Disinilah Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara mengatakan bahwa tasauf ketika dipelajari adalah filsafat, ketika diamalkan sebagai tasauf.


Minggu, 23 Maret 2014

Kuliah Tasauf Pertemuan Ketiga 25 Maret 2014

KULIAH TASAUF KETIGA, SELASA 25 MARET 2014
SEHAT SULTONI DALIMUNTHE, M.A.
A.      PENGERTIAN
Tasauf bisa didefenisikan dengan bermacam2 redaksi, tetapi tidak keluar dari:
1.       Tasauf itu teori untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya
2.       Tasauf  untuk mensucikan diri
3.       Tasauf bekerja dengan hati
4.       Tasauf melihat dunia sebagai jembatan untuk menuju akhirat.
5.       Tasauf pengalaman mistik para sufi.
6.       Tasauf adalah teori mistik keagamaan Islam

B.      LATAR BELAKANG LAHIRNYA TASAUF
Tasauf lahir dari sikap umat Muslim, khususnya para pemimpin yang tidak mengindahkan ajaran Allah. Tasauf lahir dari latar belakang moral keagamaan yang mencintai Allah.

C.      PERKEMBANGAN TASAUF
Pada mulanya tasauf itu bukanlah suatu disiplin ilmu, tapi sebagai gerakan moral keagamaan kemudian pada masa tabi’in-tabiin menjadi suatu disiplin ilmu. Secara umum perkembangan tasauf dibagi tiga:
1.       Tasauf Sunni, dimana bertasauf mengikuti  tarikat dengan system maqamat atau tahapan-tahapan menuju Tuhan, tanpa ada konsep al-fana wa al-baqa dan konsep persatuan Sufi dengan Tuhan.
2.       Tasauf Falsafai, dimana bertasauf  yang berujung pada konsep persatuan sufi dengan Tuhan.
3.       Tasauf Modern, ini istilah yang tidak begitu populer. Di Indonesia dipopulerkan oleh Buya Hamka dimana bertasauf tidak mesti mengikuti tarekat dan tidak mesti berujung pada konsep persatuan Sufi dengan Tuhan, tetapi selagi manusia berada pada panduan ilahi, maka ia sedang bertasauf. Dalam makna yang terakhir ini, belajar untuk menuntut ilmu menjadi amalan tasauf karena ia juga sesuai dengan panduan Allah dan mendatangkan pahala.

D.      ASAL KATA TASAUF
Tasauf itu dikatakan berasal dari lima kata. Pertama, saf, yang berarti saf pertama di dalam shalat, dimana mereka itu adalah golongan terbaik. Artinya, orang-orang sufi adalah orang-orang terkekat Tuhan, sehingga mereka berhak disebut orang terbaik. Kedua, sofin, artinya suci. Artinya para sufi itu menilai mereka itu orang suci, sementara yang lainnya, “sok suci”. Ketiga, suf yang berarti wol kasar, dimana para sufi tidak begitu menyukai kenikmatan dunia, karena kenikmatan dunia sering melalaikan pelakunya untuk mengingat Allah. Keempat, suffah yang berarti pelana unta, dimana para sahabat nabi yang pertama hijrah ke Madinah, tidur di Mesjid Nabawi berbantalkan suffah. Ini menandakan bahwa mereka para sufi hidup sederhana dalam berjuang mendekatkan diri kepada Allah. Terakhir diduga berasal dari kata shofos yang berarti bijaksana. Orang-orang sufi adalah orang yang bijaksana, yang lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya. Sementara orang lain hanya “bijaksinia” yang mendahulukan kepentingan pribadinya daripada kepentingan orang lain.
Asal-usul ajaran tasauf, dikatakan berasal dari: Pertama, Hindu karena adanya konsep persatuan Brahma sebagai Tuhan dengan Atman orang sufi. Mirip dengan tasauf falsafi. Kedua, emanasi Plotinus, dimana pada mulanya roh itu suci. Ketika bersatu dengan jasat, roh menjadi kotor. Ketika kotor, roh membutuhkan jasad. Ketika roh kembali suci, maka roh menginginkan berpisah dengan jasad. Ajaran ini mirip dengan sikap para sufi yang melihat kematian sebagai kebahagiaan karena telah sucinya roh kembali. Ketiga, ajaran Kristen dengan konsep “Maryamisme”. Maryam tidak menikah karena pengabdiannya kepada Alllah. Di dalam ajaran Kristen, biarawati tidak boleh menikah sebagai wujud ketundukannya kepada Tuhan. Para biarawati hidupnya menyendiri untuk berkonsentrasi beribadah kepada Tuhan. Di dalam tasauf ada yang dikenal dengan zuhud, dimana para calon sufi menyepi untuk berkonsentasi mendekatkan diri kepada Allah. Keempat, dari Budha dengan faham Nirwani, dimana jika orang ingin masuk surga, maka ia harus menyakiti dirinya. Konsep ini mirip dengan ajaran tasauf, jika ingin dengan dengan Allah maka harus mengikuti hidup perihatin seperti banyak puasa menahan lapar, banyak beribadah, dan meninggalkan yang serba nikmat. Kelima, dari ajaran filsafat Pytagoras yang melihat bahwa roh itu adalah kekal dan berada di dunia seperti orang asing. Ajaran ini mirip dengan ajaran Islam yang melihat roh itu adalah kekal kemudian karena tidak menyukai kemewahan, maka ia dianggap asing.

E.       TANGGAPAN ULAMA TERHADAP TASAUF
Menanggapi ajaran tasauf ini ada golongan yang mengapresiasi karena misinya mendekatkan diri kepda Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya. Ada juga ulama yang menilai tasauf sunni itu sangat dianjurkan, sementara menilai tasauf falsafi itu sesat, karena mereka para sufi tersebut mengaku bersatu dengan Tuhan dan mengaku sebagai Tuhan. Ada yang menilai bahwa bertasauf itu, tidak perlu mengikuti tasauf sunni maupun falsafi, tapi cukup mengikuti ajaran Allah, karena Rasulullah tidak memperaktekkan ajaran itu.





Senin, 10 Maret 2014

PERTEMUAN PERTAMA KULIAH TASAUF 11 MARET 2014

KULIAH TASAUF
PERTEMUAN PERTAMA 11 MARET 2014

PENGANTAR TASAUF

A.      Sejarah Lahirnya Tasauf
Disiplin ilmu yang pertama kali lahir dalam Islam adalah al-Qur’an dan tafsir. Hal itu dapat dipahami karena al-Qur’an adalah wahyu yang turun secara bertahap sebagai panduan hidup manusia menuju akhirat. Selanjutnya, karena penyampai al-Qur’an itu adalah Rasulullah Saw., maka disiplin ilmu yang berkembang selanjutnya adalah hadits dan tafsir hadits walaupun yang terakhir ini tidak lazim disebut. Dikemudian hari dipandang perlu lahirnya Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits sebagai teori-teori al-Qur’an dan hadits. Disiplin ilmu kalam selanjutnya berkembang, khususnya di saat awal khilafah Ali bin Abi Thalib yang bibitnya telah muncul di saat Rasulullah Saw. wafat, ketika membicarakan tentang siapa yang berhak menggantikan Rasulullah Saw. sebagai pemimpin. Ilmu Fiqh walaupun tidak berdiri secara khusus, tetapi pelajaran al-Qur’an sendiri telah banyak membicarakan fiqh karena ilmu itu menyangkut persoalan-persoalan teknis, hanya saja ilmu itu lahir dan berkembang secara formal pada saat lahirnya Imam Madzhab pada masa Sahabat dan berkembang pesat pada masa Tabi’in. Tasauf sesungguhnya lahir pada masa Tabi’in Tabi’in.
Kelahiran tasauf diduga kuat pada saat manusia telah banyak yang berpaling dari ajaran Allah, termasuk para pemimpin. Ketika kelompok yang resah dengan perilaku buruk itu mengingatkan para pemimpin untuk kembali ke jalan yang benar, tetapi tidak mendapat respon yang baik, maka mereka mulailah menyusun kelompok yang perduli dengan ajaran Allah. Komunitas yang perduli dengan ajaran Allah itu, akhirnya ada yang mengasingkan diri untuk berkonsentrasi mendekatkan diri kepada Allah. Inilah yang kemudian disebut dengan kalangan Sufi. Dus, tasauf bisa disebut lahir dari keprihatinan bertuhan.

B.      Pengertian Tasauf
Banyak cara memahami tasauf, di antaranya dapat disebutkan bahwa tasauf adalah disiplin ilmu yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya. Tasauf adalah disiplin ilmu berurusan dengan hati. Tasauf adalah pensucian diri. Bagaimana pun orang atau ahli mendefenisikan tasauf, tetapi tasauf teorinya dari kumpulan pengalaman mistik para sufi. Pengalaman mistik para sufi yang dapat digeneralisir ini kemudian tumbuh menjadi tasauf.
Tasauf sendiri dalam perspektif yang lebih modern bukanlah ilmu karena ilmu itu membutuhkan pembuktian empiric. Tasauf juga menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir bukan filsafat karena memahami teorinya sering kali tidak bisa dijangkau oleh logika manusia. Untuk itu, tasauf disebut dengan mistik dimana mengukurnya dengan perasaan, keimanan, keyakinan, walaupun kadang-kadang empiric.
Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara, tasauf itu ketika dipelajari itu adalah filsafat, tapi ketika diamalkan adalah tasauf.Memang ketika belajar tasauf, kita mengukur kebenarannya dengan metode filsafat, setidaknya dengan menggunakan piranti logika yang terdalam, mendekati kehendak Tuhan. Cobalah renungkan dengan logika normal
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah(^) adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui.
(^) Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi
belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah
sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.” (Q.S. al-Baqarah/2: 261)
Jika disingkat makna ayat di atas, kalau kita berinfak di jalan Allah 1 membuahkan 700. Berinfak Rp. 1000 bisa menghasilkan Rp. 700.000. Logika manusia banyak yang tidak terima. JIka banyak orang yang menerima dan mengimaninya kemudian mengamalkannya, niscaya lebih banyak manusia yang dermawan di muka bumi ini,karena teorinya “menderma selalu beruntung”. Logika ini akan ditolak mentah-mentah orang-orang yang pelit. Mana mungkin memberi yang mengurangi kepemilikan, malah bisa menambahkah kepemilikan. Tapi, jika dipahami secara mendalam, Allah tidak pernah ingkar janji dan Allah Maha Kuasa, termasuk kuasa menggandakan rezeki kita dengan cara yang tidak diduga-duga. Masa Allah Yang Maha Kuasa tidak mampu menggandakan sedekah kita yang ikhlas Rp. 1.000 menjadi Rp. 700.000? Bagi Allah itu semua mudah و ان ذالك علي الله يسير
C.      Bertasauf Tidak Harus Meninggalkan Dunia
Ajaran tasauf, tidak ingin terpedanya dengan kenikmatan dunia, sehingga sikap mereka para sufi sering dipahami kurang responsive terhadap kemewahan. Tidaklah dikatakan seorang sufi, jika ia suka bermewah-mewah dan hajat berdunia melebihi hajatnya terhadap akhirat. Dalam khazanah tasauf sering dijadikan contoh bahwa Rabiatul Adawiyah seoran zahidah menolak diberi rumah yang bagus karena ia takut terlalu nyenyak tidurnya, sehingga ketinggalan shalat Shubuhnya.
Sesungguhnya tasauf tidak anti pada kenikmatan dunia, tetapi kenikmatan yang tidak melalaikan untuk mengingat Allah. Memang Allah mengingatkan bahwa manusia ini banyak yang lupa kepada Allah karena “nikmat yang banyak” (Q.S. al-Takatsur/102: 1-2). Jika kita termasuk orang yang memiliki banyak nikmat, malah semakin banyak mengingat Allah, maka nikmat tersebut sangat diharapkan dan tidak dicela. Untuk itu bisanya termasuk kalangan “minoritas”. Dengan kata lain, lebih sedikit orang kaya dengan kekayaannya ia lebih mengingat Allah daripada orang miskin dengan kemiskinannya, ia mengingat Allah.
وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَآئِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami
dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah
Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui
(jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa
kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah
menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu
memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.”
(Q.S.Yunus/10:12)
Ayat ini mengandung bahwa dalam kemiskinin orang lebih banyak mengingat Allah, walaupun ada kalanya kemiskinan membuat ini lebih kafir kepada Allah. Banyak orang yang menderita tidak ada lagi yang bisa membantunya, akhirnya ia kembali bermohon kepada Allah sebagai Pembantu Satu-Satunya. Orang yang tidak pernah mengingat Allah, ketika Tsunami terjadi dan ia terhanyut ombak laut, tanpa terasa ia pasti memanggil-manggil Allah bagi mereka yang Islam.

D.      Bertasauf Kampungan Tidak Benar
Di tahun 1990-an para ilmuan malu jika dibilang bertasauf, karena kesannya tasauf itu tidak rasional, tidak berpikir logis, alias pekerjaan yang tidak masuk akal. Di akhir tahun 1990-an, para ilmua sudah merasa bangga kalau mengikuti tasauf. Kenapa? karena bertasauf ternyata membutuhkan kemampuan logika tinggi, maka para ilmuan menyebutkan pendekatannya “supralogis”. Logika manusia saja tidak cukup untuk memahami tasauf, tetapi kita membutuhkan “logika Tuhan”. Kita harus mampu menafsirkan kehendak Tuhan dalam bahasa Prof. Dr. Qomaruddin Hidayat.
Bertasauf tidaklah mudah, karena ia didahului oleh berfilsafat. Tasauf bukan saja menghadirkan akal dalam memahami konsep, tetapi ia mengikutkan hati. Ternyata memahami dengan hati jauh lebih dalam dari memahami dengan akal.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Kedatangan azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat-Nya dengan cara istidraj(^)
(^) Yaitu: dengan membiarkan orang itu bergelimang dalam
kesesatannya, hingga orang itu tidak sadar bahwa dia
didekatkan secara berangsur-angsur kepada kebinasaan.” (Q.S. al-A’raf/7: 179)

E.       Aplikasi Tasauf Dalam Kehidupan
Dalam kehidupan sehari-hari setidaknya ada yang harus diraih dalam hal bertasauf:
1.       Mencoba mengejar kebaikan
2.       Tidak merasa rugi dalam berbuat baik
3.       Merasa beruntung dalam berbuat baik
4.       Senang berbuat baik


Berlanjut 18 Maret 2014 mendatang.

SILABUS TASAUF (PAI SEM. II UNIT 1-3 STAINM)

SILABUS MATA KULIAH ILMU TASAUF
STAIN MALIKUSSALEH LHOKSEUMAWE
SEMESTER GENAP 2012-2013


1.      Pengantar
a.       Pengertian, Latar Belakang, dan Perkembangan Tasauf
b.      Asal Kata, Teori Asal Usul Tasauf, dan Tanggapan Ulama terhadapnya
2.      Paradigma Baru dalam Melihat Tasauf
3.      Perbandingan Cara Pandang Filsafat dan Tasauf Melihat Tuhan
4.      Maqamat Menuju Tuhan
5.      Mahabbah dan Ma’rifah
6.      Ahwal dalam Perjalanan Menuju Tuhan
7.      Aliran-Aliran Tasauf
8.      Al-Fana wa al-Baqa
9.      Ittihad, Wahdatul Wujud, dan Hulul
10.  Pemikiran Tasauf Ibn ’Arabi dalam Fushus al-Hikm
11.  Pemikiran Tasauf Abdul Karim al-Jili dalam al-Insan al-Kamil
12.  Pemikiran Tasauf Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi dan Fihi Ma Fihi



Dosen



Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
NIP. 197301082005011007








SATUAN ACUAN PERKULIAHAN (SAP)
 MATA KULIAH ILMU TASAUF
SEMESTER GENAB 2012-2013

·         Nama Dosen                      :  Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
·         Kantor                               :  -
·         No. Hand Phone               :  085275302134
·         Waktu Konsultasi              : Siang
·         Tempat Konsultasi                        : Dengan perjanjian
·         Matakuliah                         :  Jurusan Tarbiyah
·         Semester                            : II
·         Deskripsi Matakuliah:
Mata kuliah dengan bobot 2 sks ini membahas pengantar ilmu tasauf yang terdiri dari pengertian, sejarah, paradigm, aliran-alirannya, maqamat, ahwal tasauf sunni dan falsafati. Terakhir mata kuliah ini membahas pemikiran para sufi tentang tasauf. Semua itu dibahas dalam pendektan filsafat yang penerapannya bersifat tasauf yang irfani.

·         KOMPETENSI
Standar Kompetensi
Mahasiwa mampu menjelaskan pengertian, latar belakang, asal-usul kata dan teori tasauf. Selain itu mahasiswa juga mampu menjelaskan maqamat dan ahwal tasauf sunni dan falsafai, juga aliran-aliran tasauf lainnya. Terakhir mahasiswa mampu menjelaskan pemikiran tasauf beberapa beberapa sufi terkenal.

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu menjelaskan:
  1. Makna berbagai istilah dalam tasauf dari berbagai pendapat ahli.
  2. Maqamat dan ahwal secara sistematis dan selektif..
  3. Peta pemikiran tasauf para sufi.

STRATEGI PEMBELAJARAN
1.   Digunakan beberapa teknik pengajaran terdiri atas ceramah, Tanya-jawab dan dan penugasan
2.   Penugasan tiap mahasiswa membuat makalah satu judul dari topik yang berhubungan dengan pendidikan.
3.   Hasil penugasan dikoreksi dan didiskusikan kesalahannya dengan Tanya-jawab, sedapat mungkin digunakan alat bantu laptop.




EVALUASI PEMBELAJARAN
1.   Formatif: Evaluasi dilakukan terhadap
      -  materi penugasan
      -  penguasaan serta wawasan tentang materi yang disampaikan dalam
         diskusi
      -  partisipasi aktif akademik dalam perkuliahan sehari-hari 
2.  UTS
     Evaluasi melalui ujian tertulis masing-masing mahasiswa 
3.  UAS.
Penilaian dilakukan terhadap
-  materi penugasan atau makalah UAS perorangan
-  jawaban ujian tertulis
-  Pembobotan nilai formatif, UTS, UAS, dan penentuan nilai lulus, sesuai
  dengan peraturan yang berlaku di STAIN Malikussaleh Lhokeseumawe.


DISPLAY PEMBELAJARAN
No
Topik Materi
Strategi
Sumber
1
2
3
4
1
Kontrak Belajar
Ceramah dan Tanya -jawab
Aturan dan Pengalaman
2
Pengertian, Latar Belakang, dan Perkembangan Tasauf



Ceramah dan Tanya Jawab
Hakekat Tasauf Abdul Qodir Isa, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Harun Nasution, Tasauf Antara Agama dan Filsafat Ibrahim Hilal, dll
3
Asal Kata, Teori Asal Usul Tasauf, dan Tanggapan Ulama terhadapnya

Ceramah dan Tanya Jawab
Hakekat Tasauf Abdul Qodir Isa, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Harun Nasution, Tasauf Antara Agama dan Filsafat Ibrahim Hilal, dll
4
Paradigma Baru dalam Melihat Tasauf

Diskusi dan Penjelasan
Epistemologi Pendidikan untuk Ilmu Pendidikan Islam Ahmad Tafsir (Ed.), Menyelami Lubuk Tasauf Mulyadhi Kartanegara, Islam Sufistik Alwi Shihab, dll.
5
Perbandingan Cara Pandang Filsafat dan Tasauf  Melihat Tuhan

Diskusi dan Penjelasan
Falasafah Kalam Amin Abdullah, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Harun Nasution, Menyelami Lubuk Tasauf Mulyadhi Kartanegara, dll
6
Maqamat Menuju Tuhan

Diskusi dan Penjelasan
Menyelami Lubuk Tasauf Mulyadhi Kartanegara, Islam Sufistik Alwi Shihab, al-Muqaddimah fi al-Tasawwuf Yusuf Zaidan, dll
7
Mahabbah dan Ma’rifah

Diskusi dan Penjelasan
Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Harun Nasution, Hakekat Tasauf Abdul Qodir Isa, Warisan Sufi Husein Nasr, dll
8
Ahwal dalam Perjalanan Menuju Tuhan

Diskusi dan Penjelasan
Keajaiban Hati al-Ghazali, Ekspresi Ekstesi Carl W. Ernst, Tuhan Begitu Dekat Komaruddin Hidayat, dll
9
UTS
Ujian Tulis

10
Aliran-Aliran Tasauf

Diskusi dan Penjelasan
Tasauf Irfani Murtadha Muthahhari, Hakekat Tasauf Abdul Qodir Isa, Islam Sufistik Alwi Shihab, dll
11
Al-Fana wa al-Baqa

Diskusi dan Penjelasan
Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Harun Nasution, Fushus al-Hikam Ibn Arabi
12
Ittihad, Wahdatul Wujud, dan Hulul
Diskusi dan Penjelasan
Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Harun Nasution, Hakekat Tasauf Abdul Qodir Isa, al-Fikr al-Shufi Muhammad Ahmad L., dll
13
Pemikiran Tasauf Ibn ’Arabi dalam Fushus al-Hikm

Diskusi dan Penjelasan
Fushus al-Hikm Ibn Arabi
14
Pemikiran Tasauf Abdul Karim al-Jili dalam al-Insan al-Kamil

Diskusi dan Penjelasan
Al-Insan al-Kamil al-Jili
15
Pemikiran Tasauf Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi dan Fihi Ma Fihi

Diskusi dan Penjelasan
Matsnawi dan Fihi ma Fihi Jalaluddin Rumi
16
UAS
Ujian Tulis
-

Dosen




Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

Referensi Utama
1.      Falsafah dan Mistisisme dalam islam, Harun Nasution
2.      Islam Sufistik, Alwi Shihab
3.      Menyelami Lubuk Tasauf, Mulyadhi Kartanegara
4.      Fushu al-Hikam, Ibn Arabi
5.      al-Insan al-Kamil, al-Jili
6.      Fihi ma Fihi, Jalaluddin Rumi
7.      Matsnawi, Jalauddin Rumi
8.      al-Fikr al-Shufi,  Muhammad Ahmad L.
9.      Tasauf Irfani,  Murtadha Muthahhari
10.  Tasauf Antara Agama dan Filsafat, Ibrahim Hilal
11.  al-Muqaddimah fi al-Tasawwuf Yusuf Zaidan
12.  Warisan Sufi Husein Nasr
13.  Keajaiban Hati al-Ghazali
14.  Ekspresi Ekstesi Carl W. Ernst
15.  Manusia Citra Ilahi, Yunasri
16.  Rasionalitas Pegalaman Sufi, Siti Maryam

Referensi Pendukung
1.      Reformasi Sufistik, Jalaluddin Rakhmat
2.      Epistemologi Pendidikan untuk Ilmu Pendidikan Islam Ahmad Tafsir (Ed.)
3.      Falasafah Kalam Amin Abdullah
4.      Tuhan Begitu Dekat Komaruddin Hidayat
5.      Tragedi Raja Midas, Komaruddin Hidayat
6.      Wahyu di Langit Wahyu di Bumi, Komaruddin Hidayat
7.      Islam Doktri dan Peradaban, Nurcholish Madjid