Coba kita perhatikan bagaimana anak-anak menyanyangi orang tua dan
memandang orang tua yang baik. Pada masa balita khususnya, dapat kita lihat
kasih-sayang anak pada ibu khususnya muncul pada saat ibunya tidak sedang berarda
di dekatnya karena kerja contohnya, ia menangis merindukannya. Memang ada juga
anak yang sering merindukan bapaknya, tetapi secara psikologis memang anak
mesti lebih dekat pada ibunya akibat dari ketergantungannya lebih banyak
terhadap sang ibu. Emosional anak sejak kecil telah tercipta dalam kadar yang
tidak berbeda. Ketika orang tuanya menderita, maka ia turut bersedih, dan
secara emosional ia akan mencoba menawarkan kebaikan-kebaikan. Kasih sayang
mereka masih bersifat alami yang terkadang orang sebut dengan naluri. Lihat juga
bagaimana mereka melihat orang tua yang baik. Umumnya mereka memandang orang
tua yang baik dalam perspektif biologis. Orang tua yang baik bagi mereka adalah
yang sering member jajan, memenuhi hajat mereka termasuk hajat batin yang suka
bermain dan menyukai sarana-sarana permainan. ‘ala kulli hal, orang tua yang
baik bagi mereka itu yang banyak kasi jajan dan banyak membeli mainan.
Rabu, 26 September 2012
Menyayangi orang tua dan Memandang Orang Tua yang Baik
INNA DZALIKA ‘ALA AL-LLAHI YASIR
INNA
DZALIKA ‘ALA AL-LLAHI YASIR
Kalimat
di akhir ayat dalam al-Qur’an “inna al-llaha ‘ala kulli syain qadir”
nampaknya sudah popular. Ada kalimat yang sejalah dengan itu di akhir ayat,” ...
inna dzalika ‘ala al-llahi yasir: hal itu gampang bagi Allah)(Q.S.
al-Hajj/22: 70).
Ketika
membaca al-Qur’an, kalimat akhir ayat itu menjadi perhatian saya. Apa sih yang
susah bagi Allah, asal jangan Anda ulangi kalimat Jujun Suriasumantri, “Kalau
Tuhan Maha Kuasa, kuasakah Tuhan menciptakan batu yang sangat besar, sehingga
Ia tidak mampu mengangkatnya”. Itu pertanyaan dilematis. Katakanlah seseorang
punya bapak Presiden.
Kalau
muncul ungkapan yang tidak sadar diri, ia mengatakan, “bagiku semua gampang,
wong bapakku presiden”. Itu ungkapan agak picik qalil. Bayangkan kalau itu
terjadi di Indonesia. Bapaknya kan baru presiden di Indonesia. Berarti di
Malasyia, Singapur, Jepang, Amerika, dsb, bapaknya tidak lagi presiden.
Kekuasaan Indonesia itu begitu kecil jika digambar dari peta bumi. Jangan2 seperti
yang dibilang Prof. Mulyadhi Kartanegara, setitik. di Peta Dunia, Indonesia
kelihatan, karena ukuran Peta itu sebesar papan tulis. Coba petanya berukuran 5
cm x 5 cm, atau globenya berdiameter 5 cm, memang Indonesia menjadi titik
kecil, apalagi kita keluar dari bumi melihat Indonesia dengan kasat mata,
benar-benar setitik pun tidak kelihatan bro.
Sungguh
terlalu logika kesombonganmu mengatakan dengan mengandalkan bapak seorang
presiden, maka semua urusan gampang. Belum lagi kita sedang menghirup seditik
kebebasan berpendapat, maka dia akan dihujjat oleh rakyat jika bertindak
semena-mena, apalagi Presiden kita sepertinya “tidak presiden semua partai”.
Ada yang di lidahnya presidennya si A, tetapi dalam hati si B. Bahaya..
Tapi
bayangkan Tuhan benar Maha Kuasa, ia Penguasa seluruh alam, bukan saja alam
dunia. Alam Akhirat, termasuk alam Barzakh (alam kubur). Ada gak punya Saudara
pengusa alam kubur selain Allah, yang bisa mengatur ruang VIP? gak ada bro. ‘ala
kulli hal, bagi Penguasa Langit dan Bumi, Dunia-Akhirat, dan semuanya hanya
Satu. Tentu baginya secara supralogis yasir (mudah). Inna dzalika ‘ala
al-llahi yasir.
Langganan:
Postingan (Atom)