Senin, 14 April 2014

Membuat Persiapan Diskusi Harus Memperhatikan Kisi-Kisi Silabus

Pengantar
Kuliah Tasauf Pertemuan Keempat
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

1.      Pengertian, Latar Belakang, dan Perkembangan Tasauf
2.      Asal Kata, Teori Asal Usul Tasauf, dan Tanggapan Ulama terhadapnya
3.      Analisis


Paradigma Baru dalam Melihat Tasauf
Kuliah Tasauf Pertemuan Keempat
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

1.      Paradigma lama dalam melihat tasauf
2.      Paradigma baru dalam melihat tasauf
3.      Pengertian sup ralogis dan supra rasional
4.      Agrumentasi normatif  konsep supra logis atau supra rasional
5.      Analisis terhadap paradigma baru


Perbandingan Cara Pandang Filsafat dan Tasauf Melihat Tuhan
Kuliah Tasauf Pertemuan Kelima
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

1.      Konsep dasar filsafat dan Tasauf: Persamaan dan Perbedaan
2.      Konsep Tuhan dalam Filsafat dan Tasauf: Perbedaan
3.      Argumentasi normatif
4.      Analisis terhadap perbedaan cara pandang filsafat dan tasauf dalam melihat Tuhan.

Maqamat Menuju Tuhan
Kuliah Tasauf Pertemuan Keenam
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.
15 April 2014

Pembahasan ini, setidaknya mendiskusikan:
1.      Pengertian maqamat dan ahwal: Didekati dari analisis linguistik dan terminologi, keterpaduan, perbedaan, dan contoh yang diawali oleh analogi.
2.      Tingkatan maqamat dan ahwal berdasarkan pengalaman mistik para sufi dari tasauf Sunni dan Falsafi
3.      Perpedaan pandangan maqamat tasauf Sunni dan Falsafi
Dianjurkan menambahkan:
1.      Apa saja yang dilakukan calon sufi dalam maqam taubat dan bagaimana kemungkinan ahwalnya.
2.      Bagaimana menguji tingkat maqam para calon sufi dan siapa yang menentukan kelulusannya.
3.      Bagaimana pandangan sufi tentang sabar dan tingkatannya
4.      Bagaimana pandangan sufi terhadap tawakkal dan rida serta cara mengukurnya
5.      Bagaimana pandangan ulama terhadap zuhud.
6.      Fenomena sikap zuhud orang yang lanjut usia


Mahabbah dan Ma’rifah
Kuliah Tasauf Pertemuan Ketujuh
Sehat Sultoni Dalimunthe

Pembahasan ini, setidaknya mendiskusikan:
1.      Pengertian mahabbah dan ma’rifah secara linguistik dan terminologinya dalam tasauf
2.      Konsep Mahabbah dan Ma’rifah
3.      Tingkatan Mahabbah dan Ma’rifah
4.      Rasionalisasi Mahabbah dan Ma’rifah
5.      Biografi Tokohnya

Ahwal dalam Perjalanan Menuju Tuhan
Kuliah Tasauf Pertemuan Kedelapan
Sehat Sultoni Dalimunthe

1.      Pengertian  dan sifat ahwal dalam tasauf
2.      Analagi ahwal
3.      Macam-macam ahwal, sebagai pengalaman mistik para sufi
4.      Analisis ahwal dalam maqamat

Aliran-Aliran Tasauf
Kuliah Tasauf Pertemuan Kesembilan
Sehat Sultoni Dalimunthe

1.      Latar Belakang Munculnya aliran tasauf: rasionaliasasi dan fenomena
2.      Macam-macam aliran tasauf
3.      Ciri khusus aliran-aliran tasauf
4.      Analisis terhadap aliran-aliran tasauf


Al-Fana wa al-Baqa
Kuliah Tasauf Pertemuan Kesepuluh
Sehat Sultoni Dalimunthe

1.      Pengertian al-Fana wa al-Baqa secara linguistik dan terminologi tasauf
2.      Konsep al-Fana wa al-Baqa
3.      Analogi al-Fana wa al-Baqa
4.      Letak penolakan ulama dalam konsep al-fana wa al-baqa
5.      Analisis  terhadap konsep al-fana wa al-baqa

Ittihad, Wahdatul Wujud, dan Hulul
Kuliah Tasauf Pertemuan Kesebelas
Sehat Sultoni Dalimunthe

1.      Pengertian Ittihad, Wahdatul Wujud, dan Hulul secara linguistik dan terminologi tasauf
2.      Konsep ittihad, wahdatul wujud, dan hulul: Persamaan dan perbedaan
3.      Rasionalisasi konsep ittihad, wahdatul wujud, dan hulul
4.      Analisa konsep ittihad, wahdatul wujud, dan hulul dalam perspektif filsafat mistik

Pemikiran Tasauf Ibn ’Arabi dalam Fushus al-Hikm
Kuliah Tasauf Pertemuan Keduabelas
Sehat Sultoni Dalimunthe

1.      Komentar para ahli terhadap Ibn Arabi
2.      Biografi Ibn Arabi: Identitas, Pendidikan, Murid, Guru, Karya
3.      Perkenalan dengan Fushusu al-hikm
4.      Konsep Tasauf dalam Fushus al-hikm
5.      Analisa terhadap pemikiran Ibn Arabi dalam Fushus al-hikm


Pemikiran Tasauf Abdul Karim al-Jili dalam al-Insan al-Kamil
Kuliah Tasauf Pertemuan Ketigabelas
Sehat Sultoni Dalimunthe

1.      Komentar para ahli terhadap al-Jili
2.      Biografi al-Jili: Identitas, Pendidikan, Murid, Guru, Karya
3.      Perkenalan dengan al-Insan al-Kamil
4.      Konsep Tasauf dalam al-Insan al-Kamil
5.      Analisa terhadap pemikiran al-Jili dalam al-Insan al-Kamil

Pemikiran Tasauf Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi dan Fihi Ma Fihi
Kuliah Tasauf Pertemuan Ketigabelas
Sehat Sultoni Dalimunthe

1.      Komentar para ahli terhadap Jalaluddin Rumi
2.      Biografi Rumi: Identitas, Pendidikan, Murid, Guru, Karya
3.      Perkenalan dengan Fihi ma Fihi
4.      Konsep Tasauf dalam Fihi ma Fihi
5.      Analisa terhadap pemikiran Rumi dalam Fihi ma Fihi


Senin, 07 April 2014

Kuliah Pertemuan Kelima Tasauf

Perbandingan Cara Pandang Filsafat dan Tasauf Melihat Tuhan
Kuliah Kelima Tasauf
Sehat Sultoni Dalimunthe, M.A.

A.     Filsafat Ketika Dipelajari Tasauf Ketika Diamalkan
Perlu dikemukakan kembali pendapat Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara bahwa tasauf itu ketika dipelajari sebagai filsafat, tetapi ketika diamalkan sebagai tasauf. Untuk itu sebagian berpendapat termasuk Mulyadhi bahwa tasauf itu tidak bisa dipelajari, tetapi bisa diamalkan saja. Artinya, bertasauf itu urusan praktek bukan teori.
Pernah kita Anda berbuat kebaikan dengan tulus ikhlas karena kebaikan itu merupakan kepribadianmu. Dalam makna seperti ini, tasauf bagaikan akhlak, yaitu perbuatan baik yang dengan mudah dan ringan dilaksankan tanpa proses berpikir. Karena ini urusan dalam, maka susah dinilai dengan benar. Selain itu, di zaman sekarang agak susah kita mendapat manusia yang tulus berbuat baik. Ciri-cira manusia seperti ini, ia lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya. Di satu sisi, orang bilang bagaikan lilin, menerangi, tetapi ia hancur. Dalam konsep tasauf tentu tidak bisa disamakan dengan lilin. Yang dapat diterima, itulah pengorbanan.
”Suka berkorban”, tapi bukan  jadi korban. Berkorban itu nilainya tinggi, sementara korban nilainya rendah. Dus, dua konsep yang sangat berjauhan antara berkorban dan korban. Berkorban itu perbuatan mulia, sementara korban itu akibat kelemahan, sehingga mengundang belas kasihan. Kalau bukan karena konsep pengorbanan buat apa Rasulullah Saw. memperjuangkan Islam ini. Resistensi ia dapatkan dari dalam dan luar. Ia siap dimusuhi oleh keluarga terdekatnya, bahwa siap untuk mempertaruhkannya nyawanya untuk Islam sebagai ketaatan kepadaNya.
Na’uzu billah, iman kita boleh jadi lemah. Kekuatan iman itu akan kelihatan ketika behadapan dengan tantangan kehilangan nyawa. Sahabat Rasul dulu banyak yang bercita-cita mati syahid dalam peperangan. Sekarang ini, kesiapan mati syahid demi ketaatan kepada Allah boleh jadi cerita yang jarang kita dengar.
Alkisah menceritakan bahwa ada seorang ust. yang punya penyakit mag, sehingga ia dilarang oleh dokter puasa. Karena sudah lama ia tidak puasa, suatu saat jiwa ketaatannya melawan dan berkata, ”saya akan puasa walaupun harus mati”. Mungkin seperti inilah kualitas jiwa yang diinginkan oleh tasauf itu.
Filsafat berbicara dengan akalnya sementara tasauf dengan hatinya. Dalam pandangan filsafat itu, Tuhan itu sangat jauh dan tidak terjangkau. Akal tidak pernah selesai jika berbicara Tuhan, karena Tuhan itu Maha Gaib, tapi menurut Mulyadhi justru Ia Paling Nyata, karena Ialah yang pasti Ada dan mustahil tiada, sementara yang lainnya, tiada karena ia mungkin menjadi tidak ada.
Tasauf memangdang Tuhan itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. Mereka merujuk dari Q.S. Qaf/50: 60.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Artinya, ”Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,” (Q.S. Qaf/50: 60.)
Karena Tuhan begitu dekat dalam pandangan tasauf,  maka terkadang mereka tahu apa yang diketahui Tuhan karena diberitahu olehNya. Itulah yang kelak yang dipelajari dalam pembahasan ”ma’rifah”. Kalau tidak tahu batasannya seakan-akan sufi itu seperti dukun yang bisa mengetahui hal yang gaib. Bedanya dukun kalau ditanya selalu bilang tau. Sementara sufi yang memiliki ma’rifah tidak selama ia tau. Ia tau karena diberitau oleh Tuhan dan ia tidak tau, jika tidak diberitahuNya. Dukun selalu tau, jika ia tidak tau, maka ia menjadi tidak dukun lagi. Dukun mengetahuinya bukan dari Tuhan, tapi dari cara yang tidak dibenarkan agama dan cenderung mereka menduga-duga saja, walaupun terkadang tebakan mereka benar.