Jumat, 04 Mei 2012

Setiap Orang Berpotensi Menderma

Plato ditanya, “Apakah pemberian yang dapat disumbangkan oleh setiap orang?” Dia menjawab, “Merasa senang jika kebaikan terjadi pada orang lain.”
 Sumber. Mulyadi Kertanegara, The Best Chicken Soup of the Philosopehers, (Bandung: Hikmah, 2005), hal. 57 

 Subhanallah, Plato dalam konteks Islam sekarang ini bagaikan sufi. Di saat manusia dilanda penyakit hegemoni budaya benda dan iri hati pada kebahagiaan orang lain. Muncul kalimat bijak, bahwa menyenangi atau ikut bersyukur atas kebaikan yang orang terima ini bukan perkara mudah. Karena tidak mudah lah menggapainya, maka pelakunya tentu sangat mulia. Mungkin kita bisa berempati terhadap kesedihan saudara-saudara, tetangga, dan teman-teman kita. Di saat mereka ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya karena kematian, kita masih ikut meneteskan air mata. Tatkala, musibah kecelekaan lalu lintas menimpa teman-teman kita, kita berempati sambil ikut berpartisipasi meringankan beban biayanya. Ketika ada saudara kita menikah, kita bersimpati dengan mengucapkan “Selamat”. Tetapi ada kalanya, saudaran kita mendapat kebaikan, sedangkan kita tidak, kita enggan ikut bersimpati. Di saat dua insan mengikuti tes PNS, dia tidak lulus, sedangkan temannya lulus. Yang tidak lulus susah sekali ikut merasa sengang dengan kesenangan temannya, padahal ikut senang terhadap kebaikan orang lain itu adalah sedekah. Jujur ya Allah terkadang batin kita cerdas, di saat kebaikan diraih oleh saudara-saudara kita, teman-teman kita, tetangga-tetangga kita, sedangkan kita tidak meraihnya, seringkali kita tidak ikut bersimpati. Tetapi, jika kita mendapat sama-sama, tentu tidak susah untuk bersimpati dengan hal itu.